Berita:

Sudah daftar tapi belum bisa masuk log? Aktifkan dulu akunmu. Lihat keterangan lebih lanjut di New Party.

Main Menu

Tulisan Terbaru

#11
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 24 Maret 2023, 12:24:00
Save point...

Hari ini senang sekali rasanya :) awalnya memang harus ke tribunal dulu karena aku dipanggil. Ternyata aku dijelaskan kalau permohonan anulasi perkawinanku disetujui. Akhirnyaaaaa  T_T walaupun aku sudah tahu kalau permohonanku pasti disetujui--bukti-buktiku sangat kuat karena terekam secara digital, tetap saja tidak ada kepastian selama berbulan-bulan itu tidak mengenakkan. Aku sih sudah lama melepaskan diri dari mantan--yah, walaupun kenangannya masih ada di sini, namun itu semua tidak lagi membuatku terpuruk seperti dulu. Katanya waktu akan menyembuhkan semua, namun bagiku luka itu akan tetap ada. Rasa sakit itu kelak akan muncul lagi, namun paling tidak aku sudah bisa memaafkan diriku sendiri. Dalam beberapa hal, aku memang melakukan kesalahan fatal, namun itu semuanya tidak dapat diubah. Biarlah itu menjadi sebuah fakta yang membuat diriku lebih baik lagi.

Hari ini juga, kebenaran itu terkuak semua. Aku tidak akan cerita banyak, namun tuduhanku atas perselingkuhan itu kini terbukti: dia sudah mengakuinya di depan tribunal, bahkan sudah mengajukan perkawinan lagi! Dan sesuai dugaanku dari dulu, keluarga si selingkuhan tetap tidak terima atas rencana pernikahan itu. Heran saja sih, katanya aktif di gereja, di persekutuan doa, namun tidak paham aturan Gereja Katolik. Ah ya, siapalah aku yang berhak menilai seseorang :) dia sudah bukan siapa-siapa lagi, maka biarlah dia berkehendak sesuka hatinya. Aku sendiri? Kelak aku akan kembali dengan gelar doktor, dan saat itulah aku dapat membanggakan diri di depannya. Itu pun kalau dia tidak pindah kantor setelah nikah :D dunia sempat mengecil karena anak tetanggaku (dulu pernah satu sekolah) yang ujung-ujungnya pernah jadi mahasiswaku sempat memberi info kalau selingkuhan mantanku ternyata kena PHK, jadi yaaa... pilihan yang tepat kalau kata Pizza Hut  ;D sebenarnya aku tetap menaruh kasihan pada si selingkuhan, karena dia benar-benar tidak tahu apa yang sudah dia lakukan sampai sejauh itu, tapi yaaa... dia sudah memilih dengan sadar untuk merebut istri orang, maka biarlah dia menanggung akibatnya :) 

Ah, sudah lah, tidak baik menjelek-jelekkan orang terus, karena ini save point-ku, ya kan? Setelah dari sana, aku lanjut ke TP untuk mempersiapkan beberapa barang. Utamanya, beli kemeja baru, karena kemejaku beberapa sudah cukup aus. Aku terakhir beli kemeja baru... tahun 2018 :P hari itu aku ajak kedua orang tuaku, mbakku, dan ponakanku yang besar minta ikut. Oh well, walaupun bayar Grab-nya jadi lebih mahal karena berlima, paling nggak bisa jalan-jalan lagi lah setelah sekian purnama harus mendekam di rumah selama pandemi... setelah mutar-mutar cukup lama, akhirnya dapat juga kemeja yang diinginkan, walaupun aku tidak tahu pasaran harga kemeja pria sekarang. Per kemeja aku harus mengeluarkan sekitar dua ratus ribu rupiah, apa wajar ya harga segitu? Setelah cari-cari kemeja, karena sudah jam makan siang, akhirnya milih makan di KFC, karena menurut ponakanku ada diskon. Ternyata diskonnya hanya berlaku untuk pemesanan daring ^^; ya sudah lah, karena dirasa lebih murah dibandingkan harus makan di restoran, akhirnya tetap beli KFC. Sesudah makan, aku cari sandal jepit untuk dipakai di dalam rumah selama di Malaysia, walaupun sebenarnya aku lebih suka bertelanjang kaki. Akhirnya dapat di... Miniso :) dan bisa kembaran dengan mamaku. Aku senang sekali akhirnya membelikan mamaku sandal, karena selama ini mama selalu mengeluh sandalnya licin. Bahkan, tadi sandalnya langsung dipakai :D habis dari Miniso, aku baru ingat kalau perlu bawa uang tunai. Jadilah pergi ke penukaran valuta asing di TP 1 lantai UG, dan ternyata duluuuuuu sekali aku pernah tukar uang di sana, karena dataku masih ada. Sayangnya, mereka hanya punya 1.560 ringgit, sementara aku berpikiran untuk membawa 2.500 ringgit. Belakangan, aku baru tahu bahwa aku belum bisa bikin rekening bank Malaysia sampai visa pelajarku jadi, maka selama sebulan itu aku harus bertahan dengan tabunganku sendiri. Oh well :/ tapi kata temanku, di sana ada ATM yang bisa terima kartu debit BCA, jadi tetap bisa tarik uang tunai, walaupun ya sebenarnya menurutku agak rugi karena nilai tukarnya di bank pasti tinggi, tapi ya sudah lah... aku sudah menyisihkan sebagian tabunganku untuk dipakai hidup--untungnya sekalipun aku sempat kena tipu setahun yang lalu namun aku berhasil kerja keras dan nabung secukupnya. Ya sudah lah nanti dilihat di sana bagaimana...

Besok--eh, hari ini ding, ulang tahun papaku. Ini kesempatan terakhirku merayakan ulang tahun papaku sebelum berangkat, namun sayangnya hari ini hari Jumat, yang artinya hari pantang alias tidak makan daging (dan sebenarnya aku puasa, tapi bisa lah harusnya, karena niatnya memang hanya makan siang sederhana nanti). Yang penting kebersamaannya lah, dan aku bersyukur hingga hari ini keluargaku masih utuh :) walaupun hidup dalam kesederhanaan, namun tetap bisa berbagi bersama. Inilah yang jadi satu faktor pendorong agar aku tidak mengakhiri hidup, karena aku merasa lebih beruntung dibandingkan dirinya, dan aku akan membuktikan hingga akhir bahwa aku lebih bahagia tanpanya.
#12
Contro-Verse / Pernahkah terpikir untuk bunuh...
Last post by Èxsharaèn - 21 Maret 2023, 11:39:00
Tadinya mau kutaruh di Have Fun menyambung save point-ku, namun setelah kutimbang-timbang lagi, hal ini agak sensitif, jadi kutaruh sini saja deh...

Pernahkah kalian ada yang punya pikiran untuk bunuh diri?

Sejauh yang aku tahu, di negara maju, ini adalah sesuatu yang sangat serius yang benar-benar diperhatikan, bahkan sudah ada hotline khusus untuk penanganan/pencegahan bunuh diri. Di Indonesia, sayangnya, hal ini masih dipandang terlarang atau tabu. Yang ada, biasanya kita akan mengolok-olok seseorang, ah kurang iman lu!, sampai akhirnya yang bersangkutan benar-benar bunuh diri, lalu kita menyesal di media sosial, dan kemudian tetap fokus dengan kehidupan kita sendiri. Tragis? Tentunya.

Nah, aku akan menceritakan pengalamanku sendiri memiliki pemikiran untuk bunuh diri, yang untungnya belum satu pun yang pernah terlaksana. Memang berapa kali pernah berpikiran begitu?

Tiga kali. Yup, you heard it right, bukan cuma sekali, bukan cuma dua kali. Paling tidak tiga kali. Ini sudah kusederhanakan ya, berdasarkan pemicunya, jadi mungkin jumlah sebenarnya lebih banyak dari itu. Namun, yang kuingat paling kritis ada satu, karena saat itu emosiku benar-benar meluap-luap dan aku hidup sendiri di lantai atas apartemen--risiko tinggi ya kan? Jadi, apa saja pemicuku?

Pertama: drop out.
Ya, aku pernah DO (ternyata ada entri save point-nya di sini ^^; ). Saat itu aku merasa down banget, kecewa dengan diriku sendiri, sudah mengecewakan orang tua dan rekan-rekan di kantor, serta ketakutan karena ada klausul di kontrak studi lanjutku, kalau tidak lulus harus mengembalikan biaya kuliah dan biaya macam-macam. Jadi, saat itu pernah terbersit di pikiran: gimana kalau aku lompat dari atas bangunan kosku. Itu saat pertama aku punya pikiran untuk bunuh diri, walaupun hanya sepintas. Untungnya, orang tua dan teman-temanku semuanya mendukung, walaupun setelah dipikir-pikir lagi, ada kesalahan fatal yang kulakukan dan penyebabnya ada hubungannya dengan permasalahanku yang kedua--sebaiknya tidak kusebutkan dulu di sini.

Kedua: perceraian.
Ini berat sih memang, dan awal-awal aku banyak dilingkupi rasa bersalah, namun pemikiran untuk bunuh diri sebenarnya bukan datang saat itu juga. Hampir dua tahun berlalu sejak aku berpisah--entrinya ada terpisah di blogku kalau ada yang tertarik baca--tiba-tiba Stãsh mengabarkan kalau mantanku ternyata ketemuan dengan selingkuhannya, karena diposting eksplisit di Instagram. Seharusnya di masa itu aku sudah cukup menerima bahwa perselingkuhan itu nyata, namun ternyata aku tidak siap dengan kabar itu. Inilah trigger terhebat yang pernah mendorongku untuk bunuh diri: beberapa saat setelah aku dapat kabar itu, aku cerita ke teman-temanku yang kupercaya, tapi akhirnya aku meledak juga secara emosional. Dorongan untuk lompat dari balkon mendadak sangat kuat waktu itu, namun untungnya aku cepat sadar dan secara sadar pula memilih untuk menelepon salah satu temanku. Aku tidak pernah bertelepon dengan teman-temanku, jadi aku juga heran kenapa aku bisa mengambil keputusan itu. Untungnya niatku untuk bunuh diri dengan cepat mereda, walaupun aku butuh waktu untuk menenangkan diri dan pulih dari kejadian itu.

Ketiga: kena tipu.
Ini belum ada entri save point-nya secara lengkap, aku jujur saja menunda-nunda karena menyakitkan banget (aku belum siap untuk menghadapi after effect-nya lagi kalau harus menulis entri save point tentang kejadian itu) dan efeknya terasa sampai sekarang ^^; intinya aku tertipu sehingga kehilangan seluruh tabunganku hasil kerja kerasku selama lebih dari sepuluh tahun (hampir dua ratus juta). Semuanya itu hilang hanya dalam hitungan bulan. Si penipu sih menjanjikan akan mengembalikan, tapi kalian tentunya tahu ini sebuah hal yang bisa dibilang keajaiban kalau sampai terjadi. Awal tahun ini dia berhasil menipuku lagi, dan itu cukup memicuku untuk bunuh diri lagi, sebelum akhirnya aku sadar dan memilih pulang ke rumah untuk mengaku ke orang tuaku. Ceritanya panjang, dan bukan fokus dari tulisan ini, semoga aku akhirnya punya keberanian untuk menulisnya suatu saat nanti.

Lalu, bagaimana hingga akhirnya aku bisa tetap hidup untuk berbagi tulisan pengalaman ini?

Well, kalau dipikir-pikir, semuanya sebenarnya kembali ke diriku sendiri dan tentu saja support system di sekitarku. Dukungan di sini semuanya bukan dari profesional seperti psikolog atau psikiater yang sering diceritakan di negara maju, namun datang dari orang-orang yang kukenal: orang tua, rekan kerja yang lebih dari sekedar rekan kerja, dan--terdengar klise, namun percaya atau tidak--Tuhan sendiri. Bagaimana bisa?

Untuk mengatasi pemicu pertama, orang tuaku adalah pemain utamanya. Aku tidak disalahkan atas apa yang terjadi; orang tuaku paham bahwa sekolah di sana tingkat kesulitannya tinggi. Selama ada jalan keluarnya, maka jalan keluar itu layak untuk dijalani, sekecil apapun kemungkinannya. Papaku akhirnya juga memberikan satu doa yang pernah kutulis di forum ini, dan itu yang menjadi kekuatanku untuk terus bertahan. Saat itu, aku belum sereligius sekarang--bahkan sekarang pun aku tidak menyebut diriku sebagai seseorang yang sangat religius. Untunglah dengan dukungan semua orang, ternyata aku dapat kesempatan lagi untuk melanjutkan studiku, dan akhirnya aku lulus.

Pemicu kedua lebih sulit kuatasi saat itu, karena aku sendiri sangat terpukul dengan gagalnya pernikahanku, apalagi dia adalah seseorang yang--kukira--kukenal atas interaksinya bertahun-tahun, termasuk di forum ini. Aku butuh perjuangan untuk bisa akhirnya melupakannya dan tidak peduli dengan segala tindak tanduknya, termasuk dengan selingkuhannya. Itu sebabnya aku sangat tidak siap saat kabar itu menerpaku. Lalu, apa dong yang bisa membuatku tetap hidup?

Mungkin terdengar konyol, namun aku ingin membuktikan kalau aku bisa menjadi orang yang lebih baik dari dirinya. Sekalipun mungkin saat ini dia juga sudah melupakan diriku, aku menganggap dirinya adalah seorang musuh yang perlu sekaligus tidak perlu kumusuhi (tapi bukan frenemy juga karena aku sudah tidak mau berurusan dengannya dalam hal apapun :D ). Pemikiranku sederhana: ketika aku mati karena bunuh diri, saat itulah dirinya menang. Bahwa diriku ternyata tidak lebih baik dari pilihannya saat ini. Dengan tetap hidup, aku bisa membuktikan bahwa dialah yang sudah salah memilih, dan kelak dia akan menyesal sudah memilih orang lain. Pemikiran ini jugalah yang akhirnya menenangkan jiwaku, membuatku memaafkan diriku sendiri, dan akhirnya bisa melanjutkan hidup tanpanya. Mungkin sekali-kali kenangan itu muncul: ketika akhirnya aku kembali ke forum ini, membaca-baca beberapa tulisan masa lalu yang kubuat bersamanya, dan bahkan saat aku melihat video di YouTube ada seseorang yang agak mirip dengannya, walaupun orang ini orang Jepang ^^; pemikiran bahwa aku bisa jadi pribadi yang lebih baik darinya inilah yang membuatku bertahan sampai saat ini. Sejujurnya, aku memang perlu mengucapkan terima kasih yang terakhir kalinya kelak, saat aku akhirnya resmi dinyatakan tidak pernah menikah dengannya, karena mau tidak mau dialah yang membuatku jadi lebih tegar seperti sekarang. Sekalipun aku masih punya ketakutan untuk menjalin hubungan lagi atau bahkan menikah lagi, paling tidak karierku semakin maju dan aku akhirnya berkesempatan untuk tinggal di negara orang untuk studi lanjut. Itu takkan terjadi andaikan aku masih hidup dengannya dan bahkan sudah mempunyai anak.

Nah, pemicu ketiga ini yang masih sulit untuk kuatasi, walaupun dorongan untuk bunuh diri itu sudah menghilang. Pemikiran bahwa aku akan bisa pulih membuatku masih bertahan hidup, walaupun saat ini aku masih menghukum diriku sendiri. Solusiku saat ini? Memotong segala bentuk komunikasi dengan orang itu, dan membiarkan mamaku mengambil alih. Benar saja, sampai saat ini dia masih beralasan macam-macam atas janjinya menyicil mengembalikan pinjamannya, tapi mamaku sudah bilang aku jangan memikirkan hal itu lagi. Memang separuh dariku sudah merelakan uangku hilang, tapi separuh lagi mengatakan aku tidak boleh menyerah, karena itu berarti membenarkan perilaku yang tidak benar. Entah kapan aku bisa berdamai dengan diriku sendiri, namun yang jelas hal ini sudah tidak lagi menjadi dorongan kuat untuk mengakhiri hidupku.

Intinya, dari ketiga pemicu itu, saat ini aku memiliki pemikiran baru. Apa itu? Hidup ini berharga. Aku masih belum mengalami hal-hal menyenangkan di dunia ini: entah berpelancong keluar negeri--atau bahkan ke Indonesia Timur. Aku belum selesai menikmati semua makanan enak di dunia ini. Aku belum selesai memainkan banyak game. Heck, Our Journey-ku belum selesai! Siapa yang akan meneruskan novel itu kalau aku mati sekarang? Aku belum selesai membahagiakan orang tua. Siapa yang akan merawat orang tua kalau aku mati sekarang? Ya ini pemikiran egois sih, aku masih punya kakak yang juga semestinya bertanggung jawab pada orang tua, namun selama ini aku merasa lebih berperan banyak. Hal-hal itu saat ini sudah cukup membentengi diriku dari keinginan untuk mengakhiri hidup. Tentunya, pengalaman tiap orang tidak sama, namun inilah pengalamanku.

Jadi, apa yang bisa disimpulkan dari tulisan ini? Memang hidup itu berat, dan belum tentu semua solusi dapat terselesaikan dengan baik sesuai keinginan kita. Namun, ketika dorongan bunuh diri itu muncul, mungkin aku bisa memberi satu saran: dirimu tetap berharga, sekecil apapun itu. Maka, kalau kau merasa sudah tidak ada lagi yang layak menerima kehadiranmu, katakan pada diri sendiri: Aku masih layak untukku sendiri. Badai pasti berlalu, maka gunakan dukungan apapun yang bisa kaudapatkan. Hanya saja, saranku, jangan ke media sosial, karena warganet kita kejam-kejam. Cukup ceritakan pada orang-orang yang kaupercaya benar-benar: bisa orang tua, bisa teman dekat, intinya siapapun yang kaunilai bisa membantumu. Orang itu pasti ada. Kalau tidak ada, sementara ciptakan saja orang itu, atau berbicaralah pada diri sendiri. Percayalah, segelap apapun keadaanmu saat keinginan itu muncul, hidup ini masih indah. Mungkin bisa dimulai dari journaling seperti yang secara tidak sadar kulakukan di forum ini dengan menuliskan save point--kalau tidak ingin dibaca orang lain, ya tuliskan saja di buku jurnal pribadi. Kelak, ketika kau membaca lagi tulisan tersebut, kau akan sangat bersyukur bahwa kau tidak memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidupmu.

Kau pasti bisa menghadapi ini semua. Semangat!
#13
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 21 Maret 2023, 10:17:59
Save point...

Untungnya tadi berjalan lancar, walaupun aku tidak yakin dengan hasil kuesionernya  ^^; paling tidak setelah ini aku bisa meninggalkan pekerjaanku dengan tenang dan benar-benar fokus ke studi lanjut saja. Masih ada satu rintangan yang harus aku hadapi sih: tes kesehatan, dan itu hanya bisa dilakukan di sana. Formulir kesehatannya sudah ada, dan pemeriksaannya cukup ketat, bahkan ada pemeriksaan kesehatan mental. Di form itu, mereka tidak mengizinkan adanya gejala depresi atau ingin bunuh diri. Begitu ada satu saja pertanyaan wawancara yang mengindikasi ke arah sana, langsung tidak dinyatakan layak untuk belajar di Malaysia.

Sejujurnya, aku pernah masuk ke masa-masa itu sih. Depresi mungkin belum--aku tidak pernah berkonsultasi jadi aku tidak mau mendiagnosis sendiri, namun aku pernah dan beberapa kali merasa jatuh banget sampai melakukan hal yang aku biasanya sukai pun--bermain gim--menjadi sebuah paksaan. Kalau nonton video-video tentang psikologi, itu katanya salah satu tanda menuju depresi. Namun, aku merasa sudah berhasil menghadapinya. Ya, memang beberapa hari lalu isi save point-ku sepertinya sedih melulu, namun sekarang aku sudah lebih baik dan merasa bahagia. Memang kecemasan itu masih ada, tapi semuanya sudah berkurang intensitasnya. Kalau disuruh mendiagnosis diri sendiri, mungkin aku cuma kena serangan kecemasan saja atau bahkan overthinking, cuma aku tidak yakin yang mana. Yang penting, sekarang mood-ku sudah mengarah positif, walaupun aku ya masih bingung kalau mau main: main apa ^^; ujung-ujungnya lebih banyak menulis di forum ini atau baca-baca hal-hal yang tidak penting, selain kalau tidur aku selalu nonton video di YouTube.

Nah, kalau pemikiran bunuh diri, jujur, aku pernah punya pemikiran itu, bahkan tidak hanya satu-dua kali: tiga kali! Mungkin akan aku pisahkan di topik sendiri tentang perjuanganku melawan pemikiran itu, melawan masa kegelapanku yang sempat membuatku berpikir apalah arti hidup ini. Namun, sekarang aku punya tiga pegangan paling kuat yang selalu kupakai melawan keinginan itu. Aku memang bukan orang yang religius banget, bahkan tindak tandukku mungkin ya jauh dari gambaran itu. Namun, satu pegangan utamaku sekarang adalah Tuhan sendiri. Kedua, orang tuaku. Terakhir, diriku sendiri. Aku akan coba jelaskan di topik itu bagaimana akhirnya aku sekarang punya perisai dan senjata untuk melawan godaan bunuh diri.

Jadi, besok-besok aku harus ingat untuk jawab tidak ke semua pertanyaan itu  :D aku sudah cukup yakin dengan kekuatan mentalku saat ini. Episode galau, cemas, dan jatuh itu pasti akan muncul lagi, tapi paling tidak aku sudah ada pengalaman menghadapinya. Jujur saja, aku cukup bangga kapan hari ketika salah satu rekan kerjaku--yang sekarang posisinya sudah cukup tinggi--memujiku di depan dekan, bahwa aku ini sebenarnya cocok sebagai peneliti atau researcher. Perlu aku akui bahwa dalam 12 tahun masa kerjaku sebagai dosen, aku jarang sekali melakukan penelitian aktif, kecuali yang terakhir ini--eh aku belum cerita lengkap ya :P Mungkin dengan fokusku sekarang berpindah ke S3, yang membutuhkan penelitian penuh waktu, siapa tahu kini aku akan punya ketertarikan dan dedikasi lebih pada penelitian, yang selama ini terbengkalai karena aku sibuk mengajar dan belajar ini-itu. Semoga akhirnya minat itu muncul :) 

Asalkan tes kesehatanku lolos :'( sekarang kekhawatiranku pindah ke sana :/
#14
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 20 Maret 2023, 11:37:40
Save point...

Pagi-pagi dapat WA, aku diminta datang ke kantor tribunal keuskupan hari Kamis dengan membawa meterai. Ya ampun akhirnya T_T sepertinya putusan keuskupan akhirnya akan keluar juga. Jadi, aku bisa berangkat tanpa harus memikirkan status anulasiku. Memang sih selama ini aku tidak pernah memikirkan anulasi itu, dan 1,5 tahun yang lalu kata romo ditinggal saja tidak masalah. Sepertinya memang sudah diatur semua. Single Entry Visa (SEV)-ku juga tiba-tiba jadi pagi ini, padahal kemarin katanya butuh waktu kira-kira 48 jam kerja. Artinya, dokumen-dokumenku yang wajib dibawa sudah lengkap. Tinggal menunggu dokumen kontrak tempat tinggal untuk bukti akomodasi. Walaupun begitu, masih ada satu kekhawatiran sih yang bisa membuatku gagal studi: pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini agak aneh, karena harus dilakukan saat sudah berada di Malaysia, dan wajib dilaksanakan maksimal 7 hari setelah menginjakkan kaki di Malaysia. Hasilnya bisa jadi tidak lolos.

Yah, sebaiknya tidak terlalu kupikirkan. Beberapa hari terakhir energiku seolah terkuras habis dengan persiapan ini, akan epik sekali kalau ternyata aku tidak lolos tes kesehatan. Semoga saja lolos...

Sambil menunggu, aku ada pekerjaan yang harus kuselesaikan dalam pekan ini. Besok, aku akan menghadiri uji coba penelitianku yang tertunda setahun gara-gara pandemi. Besok akan kuceritakan lengkapnya penelitianku tentang apa. Yang jelas, tadi melakukan persiapan terakhir, rekanku sempat gusar karena dia nemu error yang tidak terselesaikan, tapi begitu aku datang mendadak semuanya terselesaikan. Penyebabnya juga konyol: HP! HP-nya dia Xiaomi, yang berbasis MIUI. Katanya, MIUI ini banyak fitur yang sebenarnya berguna, tapi jadinya sangat intrusif sehingga kadang-kadang ada error yang tidak terduga. HP-ku sih Samsung :D pakai HP-ku, lancar. Oh well, aku resmi jadi Samsung fanboy :D
#15
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 19 Maret 2023, 11:37:02
Save point...

Memang otakku bekerja berlebihan kemarin, dan sampai pagi tadi. Bangun-bangun, aku langsung mual ketika melihat WhatsApp-ku belum dibaca. Akhirnya memaksakan diri untuk menyiapkan sarapan, dan setelah sarapan, akhirnya aku dapat balasan dari agen. Ternyata dia tidak marah, dan memberikan instruksi selanjutnya, yaitu membayar uang muka (deposit) dulu sebesar 200 ringgit, sisa 800 ringgit dilunasi waktu aku datang ke sana. Sayangnya, tautan yang dia berikan membutuhkan akses internet banking bank lokal Malaysia, sementara aku belum punya. Maka, dia memberi solusi untuk menggunakan Wise dan transfer langsung ke rekening bank mereka. Sayangnya, aku tidak punya Wise. Terpaksa bikin deh... sebetulnya bikinnya gampang, namun verifikasi data yang bikin... ribet >:( saat aku menggunakan KTP, verifikasiku gagal, karena terdeteksi menggunakan KTP yang sudah tidak berlaku. Lho, e-KTP-ku blangko lama, yang memang masih ada masa berlaku, tapi kan katanya itu tidak perlu diganti. Akhirnya terpaksa pakai SIM.

Berhasil sih, tapi namaku diganti menggunakan nama di SIM >:( lah nama di situ kan disingkat kecuali nama depan. Jadilah namaku kacau balau, apalagi ternyata nama di SIM-ku masih nama lama yang ada gelar S1 (entah bagaimana caranya namaku sempat ada gelar S1, jadi cukup kacau di mana-mana saat aku mendaftar yang butuh verifikasi nama, padahal data di Disdukcapil sudah kuganti). Gawatnya lagi, pergantian nama itu kulakukan di tengah-tengah proses transfer ke agen, yang membuat aku dapat email untuk segera memverifikasi namaku, atau transferku akan ditolak T_T kata temanku yang pakai Wise, kalau statusnya sudah selesai, berarti sudah masuk rekening sih. Semoga saja...

Hari ini tadi pulang ke rumah, selain karena mentalku masih belum stabil (pingin ditemani), ternyata mbakku ngajak makan Wizzmie lagi untuk makan siang. Mbakku sering dapat uang dari aksi sosial, kalau dapat uang dia pasti pakai untuk makan-makan. Ya sudah, kebetulan banget tadi malam aku juga pingin pulang, menghabiskan waktu di rumah. Ya tidak terlalu lama juga sih sebenarnya, hanya setengah hari saja. Sebenarnya aku juga pingin tidur di rumah lagi seperti dulu :( tapi waktuku sudah semakin menipis, tinggal dua pekan saja. Ya semoga kapan-kapan bisa terwujud...
#16
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 19 Maret 2023, 12:31:03
Save point...

Hari ini entah kenapa emosiku berada di bawah. Bawaannya sepagian tadi hanya bisa sedih, kadang-kadang nangis. Lama-lama aku sadar, mungkin ini salah satu bentuk anxiety attack, karena munculnya sangat tiba-tiba dan aku tahu persis apa yang membuatku gusar: lagi-lagi masalah kos dan keuangan. Entah kenapa aku tidak bisa meyakinkan diriku sendiri bahwa keuanganku akan baik-baik saja selama sekolah. Selain dapat biaya hidup (walaupun ngepres), sebenarnya aku tetap dapat gaji, walaupun nominalnya pasti tidak sebesar biasanya. Selama 1,5 tahun terakhir, gajiku ada di kisaran belasan juta rupiah per bulan, namun itu karena aku menjabat. Sekarang, karena tidak ada posisi apa-apa, kalau aku tidak salah hitung, jadinya hanya sekitar delapan atau sembilan juta rupiah setelah dipotong pajak. Itu semuanya masih dipotong kewajiban-kewajibanku di Indonesia seperti KPA, biaya listrik dan air apartemen, lalu membiayai listrik dan telepon rumah juga. Memang sih papaku entah bagaimana caranya bisa mengirit lama-lama sampai separuh penggunaan biasanya, dari tagihan yang biasanya ada di kisaran 600 ribu rupiah, sudah beberapa bulan ini tagihannya mengecil, bahkan bulan terakhir hanya sekitar 350 ribu rupiah. Namun, aku tahu sendiri, di rumah ternyata penggunaan AC diminimalkan banget, katanya hanya 1-2 jam saja di malam hari. Sisanya, papaku pakai kipas angin. Padahal, aku tahu sendiri kamar di rumah itu sangat panas bahkan di malam hari. Dulu, saat aku masih tinggal di rumah, aku hampir selalu menyalakan kipas angin sekalipun AC menyala. Ya, sepanas itu. Sekarang, ketika aku tinggal sendirian di apartemen, mamaku tidur di kamar belakang. Sering kali kalau memikirkan itu, aku jadi sedih sendiri. Di usia senjanya, orang tuaku kenapa harus hidup tidak nyaman seperti itu, dengan masih adanya ketakutan dari kejaran debt collector. Papaku sih sudah bisa menerima keadaan sejak jiwanya ditenangkan dengan misa penyembuhan di Tumpang (boleh percaya boleh tidak, tapi kekuatan spiritual misa itu sangat besar memang, papaku yang dari keadaan jiwanya terganggu sekarang akhirnya sudah pulih dan malah penuh energi spiritual). Namun, ganti mamaku sekarang yang hidupnya tidak tenang; sehari-hari selalu bingung mau masak apa karena uang menipis, belum ketakutan kalau ada orang yang mengetuk pintu pagar rumah, atau ada nomor asing yang telepon. Aku sendiri ikut kepikiran dan akhirnya sempat memberikan gajiku untuk kehidupan sehari-hari, termasuk membayari listrik dan telepon.

Sebelum akhirnya aku sendiri mengalami krisis keuangan dan jatuh begitu keras hingga hubunganku dengan diriku sendiri sangat buruk. Besok akan kuceritakan lengkap kejadian itu (sudah berapa kali ya aku bilang begini ^^; ). Jujur sih, ini kejadian paling menyakitkan kedua setelah perceraianku, dan aku masih berjuang keras untuk bangkit dari kejatuhan itu. Sudah setahun ini aku seperti "menghukum" diri sendiri dengan hidup ala kadarnya, begitu ketakutan dengan hasil kerja kerasku, dirundung rasa bersalah karena uangku seharusnya bisa kugunakan untuk orang tua namun sekarang lenyap begitu saja. Yang menyerangku paling intens adalah ketakutanku atas kehidupanku di Malaysia kelak, dan menjelang keberangkatan ini pemikiran itu benar-benar membuatku kewalahan. Pagi tadi akhirnya aku mencari cara agar aku bisa melawan rasa kewalahan ini, namun belum terlalu berhasil juga. Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan main game, namun lagi-lagi niat itu tidak muncul. Bahkan tadi saat diajak main temanku, aku hanya bisa main satu ronde saja, sebelum pikiranku kembali lagi berkecamuk, yang akhirnya kucurahkan di sini, walaupun tidak semuanya. Yang konyol, aku bahkan membaca ulang blogku. Memang kisah itu sudah tidak lagi membuatku kebanjiran dengan emosi negatif seperti dulu, namun ya tetap saja energi itu tetap ada.

Sepertinya kusudahi dulu kisahku hari ini. Aku masih ingin menonton YouTube, mungkin itu satu-satunya yang bisa mengalihkan perhatianku untuk saat ini. Daripada memikirkan kos yang belum final; aku melakukan kesalahan yang semoga tidak fatal, namun tetap saja menunda kepastian untuk mendapatkan kos.

Atau kutulis sebentar saja deh.

Siang tadi, alumni akhirnya datang ke tempat kosku. Hanya sebentar saja, karena memang tidak banyak yang perlu dilakukan. Dia mengirim beberapa video pendek, yang sebenarnya sama dengan video yang aku dapat dari si agen, hanya saja tentunya aku jadi tahu keadaan terkini. Sebenarnya sudah sesuai harapanku: ada AC dan jendela yang menghadap keluar (walaupun pemandangannya tidak terlalu bagus, paling tidak masih bisa lihat langit). Aku butuh sinar matahari yang masuk ke kamar supaya tidak merasa sumpek di kamar. Hanya saja, kemudian dia bilang, kalau bisa minta dibersihkan saja, karena menurutnya ada jamur. Iya sih, di video yang dia rekam, di langit-langit salah satu kamar mandi memang terlihat daerah hitam khas jamur, dan dindingnya pun cukup mengelupas (apa ya istilahnya? Dinding yang mengelupas karena lembap). Maka aku tanya ke agen, apa kira-kira bisa dibersihkan. Dia minta foto persisnya, sayangnya aku tentu saja tidak bisa memberikan foto, dan di video aku tidak melihat ada bintik-bintik hitam jamur di kamar.

Ternyata, yang dimaksud temanku ini adalah bau ruangan yang apek.

Jadi salah paham deh :'( ketika aku dapat balasan dari agen, jawabannya sih sebenarnya netral, namun otakku saat ini terlalu cemas, jadi menerjemahkan seperti dia agak tersinggung dan nada bicaranya tidak enak. Jawabnya, kalau dibersihkan kecil-kecilan saja sih bisa dibersihkan, tapi kalau kamu berharap sampai dicat ulang, ya nggak lah. Kalau aku merasa ini masalah, mending jangan diambil kamarnya. Netral kan jawabannya? Sayangnya, otakku saat ini sepertinya hiperaktif dan terlalu sensitif, jadi sisa malam ini setelah aku dapat jawaban begitu, aku menafsirkannya berbeda. Apa dia tersinggung ya? Gimana kalau akhirnya batal? Aku sudah jawab, oh iya ga masalah, dibersihkan saja, nanti aku bisa beli penyegar ruangan. Belum ada jawaban setelah itu, ya memang sih di sana sudah lebih malam dan ini akhir pekan. Itu yang justru membuat otakku mengaktifkan mode waspada, yang tidak bisa kumatikan sampai sekarang. Malah, dengan menulis ini, sepertinya dia jadi tambah waspada.

Mungkin sekarang saat yang tepat untuk menutup WhatsApp dan berhenti menulis. Waktunya nonton YouTube...
#17
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 16 Maret 2023, 11:35:18
Save point...

Melelahkan juga ternyata cari kos sendiri ini ^^; tadi setelah ubek-ubek grup Facebook tentang sewa kamar, nemu nomor satu agen. Aku Googling... ternyata punya website, walaupun cuma single page app. Nama agennya MyCasa. Habis lihat-lihat review di Google Maps, ternyata rating-nya tinggi juga, 4,6. Aku juga lihat komen-komennya, rata-rata puas dengan layanannya. Kalau ada apa-apa, bisa lapor saja ke manajemen, dalam beberapa hari akan diselesaikan. Sewa kamarnya juga sudah termasuk biaya maintenance dan bersih-bersih tiap dua pekan sekali, jadi ga perlu bingung nyapu atau ngepel rumah. Sayangnya, kamar yang tersedia ternyata tinggal sedikit, dan semuanya ukuran kecil. Cukup murah sih, yang paling mahal RM 450 atau sekitar 1,5 juta per bulan, sudah termasuk listrik dan AC (max 50 KWh, sisanya bayar), air, gas, dapur, mesin cuci, kamar mandi luar. Kurasa masih masuk budget sih, apalagi budget-ku sebetulnya sangat terbatas. Memang kecil kamarnya (dan otomatis kasurnya), namun untungnya sih ada kamar yang berjendela. Aku butuh sinar matahari langsung, walaupun nggak bisa dapat view jalan raya, yang penting bisa memandang ke luar deh. Kalau kasur... selama pandemi dan sepupuku masih tinggal bareng di apartemen, kamarku juga kecil, walaupun memang sih ruangan di luarnya besar. Kalau ini nanti... entah sih, satu rumah ada 7 orang ^^; semoga dapat roommate yang baik-baik.

Semoga kali ini jodoh... seharian tadi mood-ku rasanya jatuh banget, terutama gara-gara kejadian kemarin. Tadi sampai merasa perlu pulang ke rumah, paling tidak supaya bisa healing dan dapat dukungan dari orang tua, apalagi pas tidak ada ponakan-ponakanku. Cuma, entah kenapa sesiangan tadi mood-ku down :'( bahkan sampai di jalan balik apartemen pun aku sempat nangis, otakku entah bagaimana caranya kembali memikirkan hal-hal yang bikin aku khawatir: tentang nasib orang tua saat aku sedang sekolah. Hal itu selalu menggangguku sejak keuangan keluarga terjun bebas, dan semakin intens saat aku sendiri akhirnya juga ikut terjun bebas gara-gara terlalu percaya pada seseorang (aku belum cerita lengkap ya ^^; ). Sudah berkali-kali orang tua meyakinkan kalau mereka tidak apa-apa, namun tetap saja aku merasa khawatir. Aku juga sepertinya masih belum bisa memaafkan diriku sendiri atas perbuatanku yang membuat akhirnya aku sendiri jadi kesulitan membantu menghidupi orang tua agar bisa hidup layak di masa tuanya. Ini jadi satu penghalang besar yang membuatku maju mundur untuk studi lanjut ke luar negeri, bahkan sampai saat aku sudah sejauh ini pun sekali-kali terbersit pikiran untuk mundur saja dan melakukan studi lanjut di Surabaya (pilihannya hanya ITS), supaya aku bisa tetap punya penghasilan dan bisa tetap merawat orang tua. Hanya saja, aku tidak yakin fisik dan mentalku akan kuat kalau harus S3 sambil tetap bekerja.

Mungkin besok aku akan cerita lebih lengkap tentang pertarunganku dengan diriku sendiri. Besok harus bangun pagi karena mau mengerjakan penelitian di kampus mulai dari pukul delapan pagi.
#18
Have Fun!!! / Re: Mimpi yang aneh...
Last post by Èxsharaèn - 16 Maret 2023, 10:48:02
Baru kali ini mimpiku jadi kenyataan...

Seiring dengan kejadian kemarin (baca save point-ku entri kemarin), malamnya aku mimpi ketemu dengan seorang agen leasing untuk cari-cari kamar. Di mimpi itu, lokasinya cukup aneh-aneh sih, tapi intinya nggak ada yang sreg karena banyak penghuninya, jadi cukup ramai. Ketika dia tahu bahwa aku bukan mahasiswa undergraduate, dibawalah ke tempat khusus untuk mahasiswa graduate ke atas, tapi ya itu, malah tempatnya sunyi jadi agak mencekam juga sebenarnya. Setelah melihat semua tempat dan tidak ada yang sreg, aku pulang lah ke rumah dan saking putus asanya sampai bilang, "aku bangun kamar di sebelah sini ya." Lho jadi kuliah di rumah dong?

Saat itulah aku terbangun.

Nggak lama kemudian, waktu ngecek WA, temanku bilang, agennya tidak punya kamar kosong lagi, semuanya full-booked.

Kok ya bisa terwujud mimpiku, cuma jelek amat  T_T coba kalau mimpi dapat duit banyak dan terwujud gitu kan enak  :D
#19
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 15 Maret 2023, 11:27:04
Save point...

Entah apakah aku hari ini berhasil menghindar dari usaha scamming ya.

Ceritanya, aku sedang cari kos untuk studi lanjut. Hari ini tadi ada janjian visit dengan pemilik kos yang disewakan, dibantu alumni. Dari videonya, tempatnya menyenangkan sih, dan sama dengan video yang ditawarkan orangnya sebetulnya. Cuma, katanya, ada dua orang lain yang juga mengincar kamar yang sama, tapi aku diberi prioritas pertama, karena mestinya janjian visitnya pekan lalu, tapi orangnya keluar kota, jadi baru bisa hari ini. Tadinya aku diminta deposit dulu RM 1500 (sekitar 5 juta), namun belakangan muncul cerita bahwa dia sebenarnya bukan pemilik kos, tapi pemilik ruang yang dia tawarkan. Dia terikat kontrak setahun dengan pemilik kos, namun dia mau keluar duluan karena sudah beli rumah, dan sudah tiga bulan bayar nganggur. Nah, katanya, aku cukup bayar RM 1500 itu di awal, nanti ketika kontraknya habis di bulan Agustus, aku tinggal renew kontrak saja, sekaligus gantikan namanya di situ, dan tidak perlu bayar deposit lagi.

Kedengarannya menarik ya? Apalagi harga yang ditawarkan cukup murah untuk ukuran sana, RM 600 per bulan sudah termasuk listrik, air, dan Internet. Kamarnya cukup besar, dan ada kamar mandi dalam.

Hanya saja, saat aku memastikan tentang biaya deposit itu, arah pembicaraan orangnya sudah agak tidak enak. Dia sempat bilang, "kalau kamu ga ngerti-ngerti, kukasihkan orang setelahmu saja." Waktu itu aku tidak terlalu berpikir macam-macam, lha aku kan hanya memastikan saja, jadi ya sudah aku bilang oke lah. Berikutnya, dia telpon untuk menjelaskan langsung, dan penjelasannya tetap sebetulnya. Oke lah, aku bilang, mungkin besok aku janjian dengan temanku itu untuk bayarnya. Dia balas, semakin cepat semakin baik.

Agak mulai tanda-tanda, tapi aku seolah masih belum sadar.

Malamnya, setelah bertukar nomor WA, dia nanya, ada yang mau kamu tanyakan kah? Sebelum itu, aku sudah minta masukan dari sana-sini, termasuk ke stash. Menurutnya, sebaiknya aku minta kontak owner-nya saja, untuk memastikan apa betul ini diperbolehkan. Sore hari tadi aku mencoba Googling tentang aturan sewa-menyewa di Malaysia, dan nemu satu situs yang menurutku bagus, menjelaskan dengan detail tentang sewa-menyewa di sana. Termasuk aturan sublet, yaitu tenant saat ini menyewakan ruangannya ke orang lain. Artikel di situs itu bilang, sebaiknya kita pastikan dulu dengan owner, apa itu diperbolehkan. Si penulis artikel pernah punya teman yang mau menyewa kamar, dan dia kontak owner. Ternyata si owner tidak tahu kalau kamarnya disewakan ke orang lain, dan kemudian drama ensues. Untuk menghindari itu, pastikan dulu ke owner. Maka, aku nanya ke orangnya, minta kontaknya dong, sama boleh nggak minta salinan kontrakmu sekarang. Karena aku akan menggantikan dia, tentu saja aku berhak tahu dong kontrak saat ini bagaimana, ya kan?

Ternyata, balasannya tidak enak. Dia tersinggung karena aku nanya demikian. Aneh nggak? Bagiku sih aneh ???  Dia berpikir aku berpikir dia adalah scammer (ya kalau seperti ini sih lama-lama aku berpikir jangan-jangan dia memang scammer). Dia menutup WA dengan bilang, ya sudah lah kamu cari kamar lain saja, ini kukasih ke orang setelahmu saja, daripada aku dapat masalah. Lho masalah apa? Aku kan memastikan supaya transaksi ini legal dan tidak bermasalah di kemudian hari, wajar kan? Kalau dia tidak berbohong, mestinya jawabannya ya "oh oke deh, ini nomor ownernya, kamu bisa nanya sendiri." Jawabannya justru, "tadi sebelum kamu aku sudah telepon owner dan memastikan, katanya boleh." Ya apa salahnya kalau aku memastikan langsung dengan owner-nya, kan yang punya kamar owner bukan dia. Lagi pula, ceritanya dari satu sisi saja begitu, harusnya wajar kan kalau aku melakukan cross check, apalagi benar-benar asing orangnya.

Jadi ingat sebuah kutipan:
KutipIf something seems too good to be true, it probably is.
Mungkin ini memang terlalu indah untuk kenyataan, dan untungnya aku sadar. Sore hari setelah aku menyatakan deal dengan dia, mendadak perasaanku tidak enak. Akhirnya minta saran sana-sini, dan terjadilah hal ini. Semoga ini memang bimbingan dari Tuhan bahwa aku nggak jodoh di tempat itu, dan akan dapat tempat yang lebih baik lagi. Kalau memang ternyata tadi itu scam, berarti aku nyaris saja jatuh ke dalam permainan seseorang dan bisa rugi 5 jutaan serta bakal kerepotan lagi di sana. Akhirnya aku memutuskan untuk pakai agen saja, walaupun akan ada pengeluaran lebih namun paling tidak agen harusnya relatif lebih aman, ya kan?

Semoga besok ada pencerahan, karena sejujurnya aku kecewa juga sih dengan batalnya dapat kos tadi. Aku tertarik dengan tempatnya, hanya saja kalau hubungannya sudah tidak menyenangkan begini ya bagaimana juga. Apalagi nanti aku harus memperbarui kontrak segala, akan merepotkan dan bisa jadi aku malah dikenai harga baru. Mending main aman saja, yang pasti kontraknya dimulai untukku dan nanti diakhiri olehku. Mohon bantuan doanya yah  :)
#20
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 01 Maret 2023, 11:00:35
Save point...

Setelah kebiasaan kebanyakan kerjaan, ketika semester ini akhirnya aku tidak ngajar apa-apa karena nunggu keberangkatan, jadi bingung harus ngapain :D per Senin ini perkuliahan sudah dimulai, jadinya aku nganggur pol kalau harus ngampus. Akhirnya, hari Senin aku cuma datang rapat, kemarin malah tidak masuk sama sekali :P kemarin bahkan seharian aku tidak melakukan apa-apa, saking bingungnya mau ngapain. Akhir-akhir ini semangat untuk main gim juga turun jauh, padahal laptopku sebenarnya sekarang sudah kuat banget. Tadi aku masuk untuk menuntaskan pekerjaanku dalam penelitian VR, kudu instal hasil bikinanku ke 8 Meta Quest 2. Ternyata makan seharian ^^; ada yang harus dicas dulu, ada yang bahkan terpaksa aku factory reset karena entah login pakai akunnya siapa dan yang pernah pakai tidak ingat akunnya. Sebenarnya programnya belum benar-benar jadi, masih ada perbaikan yang dilakukan temanku, tapi sebetulnya waktunya sudah cukup mepet. Perkiraan programnya akan dipakai untuk uji coba tanggal 14 atau 21 Maret ini, jadi kurang beberapa hari lagi. Itu pun belum diinstal di 14 Meta Quest 2 yang akan digunakan untuk uji coba.

Malam tadi mendadak berselisih pendapat dengan temanku. Karena aku akan berangkat, maka beberapa bimbinganku Tugas Akhir harus diganti pembimbingnya. Ada dua mahasiswa yang agak "bermasalah", dan mendadak temanku vokal. Mereka berdua kebetulan topiknya agak mirip, yaitu visual novel, tapi satu mengangkat topik untuk kesadaran atas kekerasan seksual pada pria, satunya lagi perundungan. Temanku vokal lagi di WAG, dia tidak setuju aslinya dengan dua judul tersebut. Masalahnya, proposal keduanya sudah disetujui, dan dia sendiri yang me-review kedua proposal tersebut. Eh sekarang dia minta salah satu diganti saja topiknya, karena baginya tidak pas judul itu. Lha kenapa memangnya? Bukankan menyebar kesadaran akan perundungan dan kekerasan seksual itu sebetulnya adalah sebuah hal baik? Kalau kekhawatirannya adalah gim justru akan mengajarkan pemainnya kedua hal tersebut, bukankah semua gim juga begitu? Bagaimana dengan buku hukum atau kriminalitas? Esai tentang korupsi? Bahkan kitab suci agama tertentu pun juga bisa disalahtafsirkan dan disalahgunakan, ya kan? Lagi pula, ini adalah sebuah penelitian, yang belum diketahui hasil akhirnya kecuali diteliti dan diujicobakan, lha kok hanya tahap awal saja sudah divonis negatif? Sebuah penelitian juga belum tentu menghasilkan sesuatu yang pasti baik; kalau sudah tahu hasilnya, tidak perlu diteliti namanya. Yah semoga ada jalan keluarnya, yang jelas aku tidak setuju kalau mereka disuruh ganti topik, wong secara sistem topik mereka sudah dinyatakan layak untuk dijadikan judul tugas akhir...