Berita:

Update RPN OJ forum! Petualangan keenam kelompok Trihörrèan di Kerajaan Líghtran berlanjut. Sanggupkah mereka mengakhiri masalah di Líghtran? Baca rangkuman kisah maraton sesi terakhir di sini dan lanjutkan petualangan mereka.

Main Menu

Akankah Robot Menguasai Manusia?

Dimulai oleh Stash, 21 Oktober 2013, 11:40:07

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Stash

Aku agak terganggu ketika ada teman menulis tulisan ini di salah satu grup Facebook yang aku ikuti
Kutip[sekedar nulis]
Tidak sedikit di antara kita yang kecewa dengan kinerja PRT, buruh maupun kuli, mulai dari yang etos kerjanya kurang, makin menurun bahkan ada yang tidak jujur sementara setiap tahun gaji pasti naik. Harapan kita bersama harus ada produk robotik humanoid yang bisa menggantikan pekerjaan PRT, buruh maupun kuli. Eksploitasi tenaga manusia banyak keterbatasan, mudah sakit, lemah, lamban dan banyak kekurangannya.

Kenapa aku terganggu? Karena sekarang manusia melihat kelemahannya sendiri sebagai sebuah kekurangan. Manusia sakit? Ya. Manusia capek? Ya. Itu semua desain dari Tuhan. So? Kamu gak suka manusia? Kalau manusia saja mulai tidak menghargai rasnya sendiri, aku kuatir kejadian di Terminator dimana robot akan mencoba memusnahkan manusia bisa terjadi. Simpel logikanya "manusia saja memilih kita dibanding manusia lain. Jadi buat apa manusia itu ada?"

Ya, aku tau sekarang di dunia kerja, banyak pengusaha mengeluhkan rendahnya kualitas tenaga kerja yang ada, bahkan di Papua pun terjadi. Yang mau bekerja di pekerjaan yang "rendahan" seperti PRT, kuli, buruh, penjaga toko, kebanyakan orang-orang yang tidak memiliki skill tinggi. Sebenarnya buat aku itu bukan masalah, asal mereka mau bekerja dan jujur. Namun gak bisa dipungkiri, orang-orang ini biasanya melihat bagusnya pekerjaan dari gaji dan santainya. Semakin santai tapi gaji tinggi, pasti laris. Makanya di kotaku Manokwari, kerja di supermarket lebih enak. Cuma berdiri mengawasi pembeli, gaji lebih tinggi daripada seharian kerja di toko dan aktif melayani pembeli. Lebih susah lagi cari PRT. Dulu gampang sekali nemu orang yang mau jadi PRT. Sekarang susahnya minta ampun. Kalau pun ada, dapatnya yang skill rendah. Namun sekali lagi, aku pribadi bisa mentolerir asalkan rajin kerja dan jujur.

Tapi apa itu jadi alasan untuk kemudian mengganti manusia dengan robot? PRT gak ada? Ya cuci baju sendiri lha, toh sudah ada robot bernama "mesin cuci" :D Lapar? Restoran banyak. Rumah kotor? Sapu pel sendiri paling lama 1-2 jam tergantung ukuran rumah, gak harus dilakukan tiap hari, dan olahraga gratis :D

Jadi sebenarnya apa tujuan kita mau membuat robot yang super canggih? Apakah mungkin cuma karena kita malas? Aku ingat film kartun (lupa namanya) dimana manusia digambarkan semuanya gemuk, bergerak dengan kursi terbang, dan gak bisa berjalan sama sekali. Semua terjadi karena semua kegiatan sudah digantikan oleh robot. Maukah kita seperti begitu? :)

Tambahan:
Dia nambah tulisan ini
Kutiprobotik humanoid dengan AI yang kompleks dan canggih, fuzzy logic yang presisinya mendekati 100% sudah bisa menggantikan tenaga manusia.
Dan ini salah satu alasan kenapa kejadian di Terminator bisa terjadi, AI yang terlalu canggih. Jadi apakah kita mencoba mewujudkan bencana yang sebelumnya hanya dianggap sebagai fiksi di sebuah film? Apa kita sebodoh itu?
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Kutip dari: Stash pada 21 Oktober 2013, 11:40:07
Aku ingat film kartun (lupa namanya) dimana manusia digambarkan semuanya gemuk, bergerak dengan kursi terbang, dan gak bisa berjalan sama sekali. Semua terjadi karena semua kegiatan sudah digantikan oleh robot.

Itu Wall-E :D

Sebenarnya untuk sekarang, AI yang mendekati manusia itu masih mustahil, lha wong kita memahami otak sendiri saja masih belum bisa. Aku pernah mengajar sistem pakar selama beberapa semester, masalah utama untuk membuat sebuah sistem pakar (bahasa mudahnya, kita mengambil keahlian seorang pakar dan mengubahnya menjadi bahasa komputer, sehingga diharapkan keahlian itu bisa digunakan tanpa tergantung pakarnya) adalah memahami si pakar itu sendiri. Bahkan si pakar itu sendiri bisa jadi tanpa sadar keliru menjelaskan pengetahuannya. Tapi entah 25 tahun lagi. Dan sebenarnya temanmu separuh benar. Tenaga kerja, terutama PRT, mulai susah didapat. Kalaupun dapat, belum tentu orangnya baik (sudah berapa kali kita dengar ada kejahatan yang dilakukan PRT, dan berapa banyak lagi yang tidak terdata?). Temanku sudah berapa kali mengeluh di FB gara-gara PRT-nya nggak beres: yang malas lah, yang kerjaan ga beres lah... Masalah lain, yang mau jadi PRT mungkin semakin sedikit sekarang. Gimana dengan negara-negara mandiri, katakanlah Jepang? Di sana banyak manula yang harus hidup sendiri, dan mungkin sebagian besar sudah disabled. Orang mudanya terlalu sibuk bekerja. Mau ngepel? Yang ada punggung keseleo. Masak? Bisa jadi sudah lupa resepnya. Restoran? Ada yang dekat rumah? Atau delivery? Yakin ongkosnya nggak lebih mahal daripada masak sendiri? Daripada mengambil risiko-risiko itu, pakai robot saja. Tidak bisa capek, tidak bisa ngomel (selama AI-nya tidak punya modul emosi) :D lalu bagaimana dengan pekerjaan yang selama ini hanya bisa dilakukan manusia dan berisiko tinggi, misalnya vulkanologis? Bagaimana caranya kita bisa mengamati Mars secara langsung; siapa yang dikirim? Robot kan?

Ketika penghargaan kita terhadap hak asasi manusia menjadi "terlalu" tinggi, bisa jadi PRT, kuli, atau buruh nantinya dianggap tidak sesuai dengan hak asasi. Kalau secara ekstrim nanti kita melarang pekerjaan keras seperti itu dilakukan oleh manusia, siapa yang melakukan? Tidak lain dan tidak bukan adalah robot :D tapi, coba berpikir lebih jauh sedikit ke masa depan. Ketika perlakukan manusia terhadap robot menjadi sama seperti perlakukan kita sekarang terhadap PRT, kuli, atau buruh, bisa jadi lama-kelamaan muncul "hak asasi robot." Lingkaran setan ;D

Aku pernah nonton seri Megafactories di National Geographic, tidak bisa dipungkiri bahwa robot membuat produktivitas mereka lebih tinggi. Ketika dibutuhkan presisi, robot jelas menang, karena mereka bisa memotong rangka mobil dalam toleransi mungkin hanya satu mikrometer. Dan jelas mereka bisa melakukannya dengan cepat. Tapi, bahkan pabrik tercanggih di Eropa pun masih mempekerjakan tenaga manusia, ketika robot masih belum mampu untuk menyaingi manusia. Aku lupa contohnya apa, tapi katakanlah estetika, misalnya memilih kulit terbaik untuk dipakai jadi jok mobil. Variabelnya mungkin terlalu banyak untuk didigitalkan sehingga dimengerti robot, dan bisa jadi hanya manusia yang sudah sangat terlatih yang bisa menentukan.

Jadi, sebenarnya, kalau dimanfaatkan dengan benar, nggak ada yang salah kok dengan robot dan AI. Tanpa robot, aku nggak yakin aku bisa punya laptop yang bisa kubuat main DN atau Assassin's Creed III; menikmati MRT atau bis di Singapura; atau melihat sendiri keadaan Mars tanpa harus ke sana. Tanpa AI, kita bahkan nggak bisa ke mana-mana. Cuma, namanya alat, bisa disalahgunakan, dan kalau itu terjadi, film Terminator mungkin saja jadi kenyataan. Ga usah jauh-jauh deh, film/komik Doraemon Petualangan kan juga pernah mengangkat masalah ini (itu pun sudah cukup ngeri, walaupun dikemas dalam bentuk anime) :D

Tapi walaupun kelihatan mengerikan, aku rasa kejadian seperti Terminator itu justru perlu. Manusia biasanya belajar dari kesalahan; walaupun mungkin kita jadinya sengsara atau bahkan jadi korban tewas, mungkin itu memang diperlukan untuk masa depan. Untuk sekarang sih, aku belum melihat kekhawatiran itu bakal terwujud dalam waktu dekat :)
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Kalo aku melihat ya, orang-orang yang kerja di jaman 80 dan 90an, mereka lebih bisa tahan lama di satu perusahaan. Kalau dibandingkan dengan angkatan kerja 2000-an, dengan gaji sama dan beban pekerjaan yang sama, entah kenapa kebanyakan angkatan 2000 paling banyak yang suka mengundurkan diri. Yang suka berpindah-pindah kerja kebanyakan orang-orang baru. Sedang yang kerja sejak 80-an, kalo coba bercerita dengan mereka, biasanya max mereka cuma berpindah 1-2 kali saja sepanjang kerja mereka.

Aku gak tau sih apa alasan perubahan perilaku ini. Kalo di singapur, ada istilah Gen Y. Istilah ini dipake oleh generasi Singaporean yang lahir tahun 80-an kepada Singaporean yang lahir di tahun 90-an atau lebih awal. Apa itu Gen Y? Singkatnya, Gen Y adalah generasi Singaporean yang pemalas, suka ngomel, lemah, manja, dan seterusnya, dikaitkan dengan sifat-sifat yang jelek. Dan ini digeneralisasikan ke semua orang yang lahir di tahun yang dimaksud. Apakah ini juga terjadi di Indonesia? Gen Y akan menggantikan kita kelak memimpin Indonesia?
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Ini rada OOT, tapi aku baru saja menyelesaikan modul kedua dari kuliah jarak-jauh 8 pekan. Kebetulan sekali hari ini membahas tentang kesehatan. Walaupun kuliah jarak-jauh ini terkait ke The Walking Dead (karena memang mengulas berbagai aspek yang melatarbelakangi serial itu, dan ternyata banyak yang serius), ternyata cukup membuka wawasan juga. Kesehatan ternyata diukur dari tujuh dimensi, tidak hanya dari jasmani, rohani/spiritual, dan psikologis. Salah satunya, yang aku kaget begitu lihat slidenya:

Pekerjaan.

Dan kali ini aku harus setuju dengan "dosennya": ketika bangun pagi, apakah kamu bersemangat untuk langsung bekerja? Karena pekerjaanmu = hobi? Kalau jawabannya ya, berarti kamu sehat secara pekerjaan. Aku melihat banyak orang akhir-akhir ini rasanya banyak banget keluhan dengan pekerjaannya. Mungkin ada perbedaan generasi (yang sering sekali dijadikan alasan untuk menyalahkan generasi 2000 dan 2010 yang serbainstan), tapi dengan ini aku malah menyimpulkan bahwa kita semua sedang sakit. Sakit karena kita terpaksa bekerja. Aku dulu malu betul pindah kerja dua kali, dengan masing-masing hanya bertahan tiga bulan, tapi sekarang aku mensyukuri betul pilihan itu. Apalagi ternyata ini membuat aku 1/7 lebih sehat dari orang lain, karena aku bekerja dengan hobiku :)

Mungkin ini bisa jadi topik bahasan untuk topik lain (dan salah satu pendapatku, balik lagi ke uang). Tapi, kalau dilihat terhadap robot, aku ga melihat ada relevansi antara generasi 2000 dengan generasi tua. Bahkan sepertinya mereka jauh lebih terbiasa dengan robot :D
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Pekerjaan memang satu aspek penting dalam menjalani hidup. Kalau kamu baca artikel-artikel atau gambar motivasi, biasanya pekerjaan paling banyak disebut. Kenapa? Karena bekerja adalah kegiatan yang paling banyak memakan waktu kita tiap hari. Rata-rata manusia menghabiskan 9 jam di kantor, dan 1-2 jam perjalanan pulang pergi kantor. Jadi kalo setengah lebih harimu kamu jalani dengan sengsara, bisa dipastikan sisa harimu akan jelek
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Kembali ke topik, sambil nunggu kerjaan selesai, iseng ke YouTube, dan pas nemu video yang tepat sekali untuk topik ini. World's 10 Most Amazing Robots menggambarkan keadaan dunia robotika sekarang. Kayanya kamu harus mulai kuatir deh, karena beberapa robot yang disebutkan di situ (urutan bawah malah) sudah mampu berpikir sendiri, bahkan ada yang diharapkan mampu bereproduksi sendiri :D

World's 10 Most Amazing Robots, Hybrid Librarian
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Horeee.... Robot udah bisa berpikir, udah bisa bereproduksi. Kurang apa lagi coba? :D
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

faart

Kutip dari: Èxsharaèn pada 21 Oktober 2013, 02:45:44
Tapi, bahkan pabrik tercanggih di Eropa pun masih mempekerjakan tenaga manusia, ketika robot masih belum mampu untuk menyaingi manusia. Aku lupa contohnya apa, tapi katakanlah estetika, misalnya memilih kulit terbaik untuk dipakai jadi jok mobil. Variabelnya mungkin terlalu banyak untuk didigitalkan sehingga dimengerti robot, dan bisa jadi hanya manusia yang sudah sangat terlatih yang bisa menentukan.

Aston Martin :P

Stash

Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Yang aku dengar sih, orang-orang ribut mencari cara untuk menjatuhkan drone itu :D
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Yang lagi diributkan juga, bagaimana caranya menghindarkan paket itu dijatuhkan di atas kepala kita :D
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

faart

Lumayan juga tuh, dijatuhin, sini dapet barang gratis ;D

Èxsharaèn

Kalau ga salah ingat sih, kalau barangnya jatuh, dianggap lost in delivery :D
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

faart

Kalau gitu:
1. Jangan pernah delivery barang dari Amazon.
2. Jatuhkan semua drone yang lewat di atas... ;D