100 SKS/semester = 18 gelar akademik

Dimulai oleh Èxsharaèn, 09 Mei 2013, 11:09:12

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Èxsharaèn

Beberapa hari ini topik ini muncul di Facebook, awalnya ketahuan lewat iklan (aku sendiri nggak lihat karena AdBlock aktif untuk Facebook), yang akhirnya dibagikan beberapa temanku.

Ada seseorang bernama Welin Kusuma ST, SE, SSos, SH, SKom, SS, SAP, SStat, MT, MSM, MKn, RFP-I, CPBD, CPPM, CFP, AffWM, BKP, QWP. Gelar sebanyak itu ia peroleh setelah kuliah selama 13 tahun di banyak universitas. Merasa belum cukup, dia masih mau ambil program doktoral (S3). Berita lengkapnya bisa dibaca di sini.

Secara pribadi aku nggak kenal orangnya, walaupun katanya dia pernah masuk Teknik Industri Ubaya, jadi komentarku ini sangat subjektif. Tapi, menurutku, sia-sia sekali waktu dan uang dihabiskan untuk mengejar gelar sebanyak itu. Iya memang masuk Muri, tapi apa manfaatnya bagi masyarakat? Sudahkah dia berbuat sesuatu dengan mengamalkan ilmunya itu? Karena dia mau kuliah lagi, berarti kita tidak bisa melihat manfaatnya dalam waktu dekat, jadi masih ada empat tahun lagi sebelum semua ilmunya terbukti. Oke lah dia bilang mau berbagi, tapi satu pertanyaan besar yang belum terjawab: Kapan? Sempatkah kamu memanfaatkan seluruh ilmu dari berbagai bidang tersebut? Wong kita saja yang kuliah satu bidang ilmu pas kerja ternyata hanya pakai secuil saja...

Aku sih bukannya iri; kalau dia memang mampu ambil 111 SKS satu semester (dan ternyata memang mampu), ya silakan. Tapi apakah pengorbanan itu sebanding dengan apa yang akan didapatkan? Kalau cuma sekedar mengejar kepuasan pribadi atas ilmu, nggak harus lewat universitas kok. Si stash sekarang bisa programming, padahal dia teknik sipil. Belajar dari mana? Forum ini dan aku :D terpakai? Jelas (tanyakan saja orangnya). Bukan berarti aku menentang pendidikan tinggi lho ya :P

Satu hal yang aku penasaran: selama menempuh 111 SKS itu, did he have a life? Aku yang ambil 5 mata kuliah S2 (setara 20 SKS S1, walaupun kenyataannya lebih) saja kewalahan sampai ga sempat bersosialisasi (dulu juga pernah rekor 27 SKS waktu masih S1, itu sudah luar biasa sibuknya), lha ini 111 SKS? Kalau dihitung 5 hari kerja, berarti satu hari lebih dari 20 SKS. Itu nyaris 18 jam sehari! Ga makan, minum, istirahat, baca koran, pergi nonton, karaokean dengan teman, atau sekedar jalan-jalan di mal? Oh my...
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Aku sempat lihat di FB, tapi aku pikir cuma hoax aja. Ternyata bener ya.....

Beberapa komen aja :
1. Seperti yang exshan sudah bilang, kalau mau dilihat secara persentase, cuma sedikit persentase ilmu S1 yang kepake di dunia nyata. Pengalaman pribadi aja, aku selama kerja 2,5 tahun kerja di Singapur (kerja sesuai bidangku), kebanyakan aku masih harus mencari lagi ilmu-ilmu tambahan yang gak aku temukan di kuliahku. Selain itu, kerja bukan hanya memerlukan ilmu. Baru kerasa pentingnya kemampuan komunikasi, kemampuan mengatur, dan EQ. Dan kemampuan-kemampuan itu gak bakal kamu bisa latih di dunia pendidikan, yang lingkungannya masih lebih "jinak" dan nyaman.

2. Seperti yang exshan juga bilang, ada beberapa ilmu yang bisa dilatih secara ortodidak, tidak harus belajar secara resmi, dan tidak harus dikuasai secara penuh. Aku sekarang bisa membuat program sederhana menggunakan bahasa C# dan VB. Apa aku bisa buat game? Gak bisa. Tapi aku emang belum butuh ilmu buat game kok :)  Atau kasus nyata saja, ada orang lulusan arsitek yang membuka perusahaan konsultan interior design. Lho, kok bisa? Gampang, yang kerja kan karyawannya. Yang penting dia mengerti sedikit konsepnya, biarkan karyawan yang bekerja.

3. Aku sudah merasakan ambil 5 makul / semester di 2 semester S2ku  (kalo aku bilang, mungkin setara 30 SKS di S1ku). Untuk bisa lolos, mungkin bisa. Tapi untuk bisa lulus dengan nilai memuaskan, almost impossible. Dosenku di NTU sampe nantang pas semester 1, kalo aku bisa dapat IPS diatas 4,5, aku akan langsung dikasih beasiswa untuk S3 (dia dosen yang terkenal selektif dalam memilih siswa S3nya), karena untuk dosen-dosen sana pun, ambil 5 makul sekaligus itu suicide. Mengenai social lifeku semasa di singapur, cuma berkutat antara kos dan kampus. Hari sabtu ke gereja saja, trus langsung pulang kos. Minggu seharian di kos. Bagaimana dia bisa 110 sks / semester? Entah lha. Apakah dia termasuk golongan lolos atau lulus? Entah lha. Apakah dia mempunyai kehidupan diluar tumpukan bukunya? Entah lha

4. Dosenku pas S1 pernah bilang gini: "Ada beberapa orang yang takut masuk dunia kerja, atau bingung mau kerja apa. Jadi setelah S1, mereka lanjut S2. Habis S2, lanjut S3. Habis S3, entah mau buat apa". Jujur saja, di dunia kerja, gelar tinggi bukan jaminan mudah dapat kerjaan. Pernah dengar istilah "over qualified"? Contoh saja, ada sarjana hukum mau melamar jadi office boy. Hal ini akan menimbulkan dilema buat kedua belah pihak. Dan percaya lah, kebanyakan perusahaan akan menolak, kecuali si orang yang "over qualified" mau dibayar setara dengan standar gaji biasanya. Lha, kalo gitu, buat apa dong susah-susah ambil 80 gelar, kalo dibayarnya setara dengan yang punya 1 gelar? :D

5. Seperti bisa dibuktikan di dunia game maupun dunia nyata, tidak akan ada orang yang bisa menguasai banyak hal sekaligus. Yang akan terjadi adalah dia akan sekedar "lumayan" saja dalam semua hal. Lumayan di ilmu teknik industrinya, lumayan di ilmu x, ilmu y, dkk. Tapi dia gak akan pernah bisa menguasai semuanya. Kalau begitu, apakah gunanya semua usaha, waktu, dan uang yang dikeluarkannya? Rekor MURI? Rekor Guinness? Well, kalo rekor itu memang penting buat dia, silahkan dinikmati :)
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Akhirnya masuk 9gag, coba deh baca-baca komentar dari seluruh dunia. Memang sih di artikel itu tidak disebutkan berapa IPK-nya sewaktu lulus, jadi kita nggak bisa bilang dia ini sekedar lolos atau betul-betul lulus. Aku penasaran saja kalau dia nanti kerja, walaupun katanya dia mau jadi konsultan, apa dia bisa mengamalkan semua ilmunya. Kemampuan manajemen waktu harusnya terbukti dari caranya membagi waktu sewaktu kuliah. Kemampuan komunikasi... entah lagi ya. Mungkin definisi "have fun" buat dia adalah mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya, kalau kaya begitu ya mau ga mau harus dimaklumi, sama seperti definisi "have fun" buat aku adalah nge-game.

Tinggal waktu yang akan berbicara :)
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Baru baca artikelnya. Dia bilang dia kuliah 7 hari seminggu, jam 7 pagi-10 malam. Astaga..... Kalo menurut aku, kalau dia memang have fun dalam belajar, gak perlu kok belajar secara resmi di universitas. Kalau pun bener mau belajar yang resmi, sekarang banyak universitas amerika menawarkan kulian online.

Ya... Mari kita lihat saja bagaimana nanti konsultansi terpadu yang diimpikannya.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com