Prita Mulyasari, korban keangkuhan penyedia jasa?

Dimulai oleh Èxsharaèn, 11 Juni 2009, 02:40:59

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Èxsharaèn

Akhirnya rilis juga di Jawa Pos emailnya :D Ini emailnya, kalau ada yang belum tahu, aku salin tempel apa adanya.

Kutip dari: Prita Mulyasari, Suara Pembaca, http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=74534Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama de ngan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dije laskan saya kena virus udara. Saya ta nyakan berarti bukan kena demam ber darah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta de ngan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Na mun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-ka kak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer mela inkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain de ngan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta du duk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat de ngan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohong besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai de ngan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyaman an kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

Salam, Prita Mulyasari Alam Sutera
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Kasus yg unik. Aku sih utk skrg netral dl aja.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Tahu aja :D

Di satu sisi, aku kasihan sama prita. Tapi kalo kita lihat dari sisi lain, tuduhan prita bisa merusak nama baik tuh RS. Asal prita ada bukti kuat sih gak masalah. Yg jadi masalah kan dia gak punya kopi hasil lab yg awal. Itu juga aneh, soalnya hasil lab tuh jadi milik pasien.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Ya tapi paling gak RS-nya ngasih klarifikasi dulu kah atau gimana... kalau sering baca Surat Pembaca, banyak kan yang ngasih klarifikasi. Kalau memang nggak benar, ya dibenarkan, bukannya langsung main lapor pencemaran nama baik...
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

ya... Soalnya gak bisa nyanggah?? Yg lucunya, titel internasional di nama RS itu cuma pajangan aja. Mereka aslinya gak ada lisensi internasional. Tp krn depkes gak ada aturan jelas kapan titel internasional boleh dipasang, ya gitu deh, masang titel internasional sembarangan.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Nah ini jadi rada susah komentarnya, padahal ada 2 kasus lagi yang menyangkut RS Omni International dan grupnya. Yang satu tetap sama di RS International, ada yang menggugat dengan dugaan malpraktek yang mengakibatkan kedua anaknya mengalami kebutaan permanen. Satunya lagi terbalik, RS Omni Medical Center yang menggugat bekas pasiennya, yang lucunya sudah meninggal, karena menunggak bayar hingga setengah milyar. Untung saja gugatannya ditolak majelis hakim karena merasa gugatan itu nggak masuk akal. Keluarga pasien menyatakan akan membayar tunggakan itu kalau sudah dapat rekam medis tentang kesehatan almarhum, dari masuk sampai meninggalnya, karena itu memang hak pasien. Konon pihak keluarga dan RS sudah pernah bertemu baik-baik, dan RS bilang akan memberikan rekam medis dua atau tiga hari setelahnya. Sampai hari ini rekam medis itu tidak pernah sampai di tangan keluarga pasien. Lucunya lagi, pihak RS ngeyel sudah memberikan rekam medis itu.

Konyolnya, RS Omni International tetap bersikukuh tidak akan mencabut gugatan terhadap Prita.

Yang mereka pikirkan ini sebenarnya apa sih? Kalau sampai justru gugatan balik Prita yang tembus, dan gugatan seorang lagi itu lolos, nama mereka justru jadi jeblok. Jujur saja, dengan tiga kasus ini, aku jadi agak sangsi dengan RS itu. Niat melayani orang sakit atau ambil untungnya saja???

Untung saja bukan RS di Surabaya :D
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Dgn ada 1 kasus saja sdh membuat org takut. Apalagi ada 2 kasus di RS yg sama. Yg jadi pertanyaan jgn2 manajemennya yg gak beres. Contoh di kasus prita, aslinya bisa diselesaikan dgn damai. Begitu jg dgn yg pasien sdh meninggal, aslinya bisa damai. Apakah direktur mereka jgn2 kebanyakan nonton film hukum ya? :D
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Stash

Bukannya mau angkat kasus lama, tapi aku lihat sejak kasus Prita, orang jadi takut untuk menulis status yang mengkomplain layanan sebuah perusahaan/penyedia jasa di ranah umum. Contoh paling gampang aja, operator yang selalu mengiklankan betapa cepat internetnya, tapi ternyata kenyataannya gak begitu. Kenapa kita harus mengkomplain dengan menyamarkan nama perusahaannya?

Aku ada pikiran agak nyeleneh sih. Kalo perusahaan bisa menuntut kita dengan pencemaran nama baik (walau kita ada bukti bahwa perusahaan itu memang jelek), bisa gak ya kita menuntut sebuah perusahaan kalau iklan dan kenyataan di lapangan tidak sama? Karena dia telah melakukan pembohongan massal, dan bisa disamakan dengan melakukan penipuan demi mendapatkan uang.

Dengar-dengar sih sejak kasus prita ini, UUnya mau direvisi. Tapi aku belum nemu artikel sih, apakah sudah direvisi atau belum.

Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Perasaan tetap sama saja deh, kalau di Facebook aku tetap saja tuh lihat ada temanku nulis operator X atau Y atau yang hanya pakai angka Internet-nya lelet... mungkin kalau di media sosial agak kurang diperhatikan ya?

Jujur sih, untuk Internet mobile, aku iri sama Singapura. Di sini sampai ada badannya sendiri untuk mengatur itu. Ya memang pemainnya cuma tiga, tapi kata profesorku di salah satu mata kuliah, benchmark dirilis secara terbuka. Jadinya, SingTel bisa mengklaim atau berpromosi secara terbuka kalau performa mereka bagus (dan memang aku lihat grafiknya bagus). Coba di Indo? Pasti operator pakainya "si biru", "si merah", "si angka" ;D

Yayasan perlindungan konsumen sayangnya ga efektif kalau melawan perusahaan besar kaya gitu. Kemungkinannya memang baik. Best case, keluhan itu memang didengarkan, tapi butuh waktu lama untuk memperbaikinya. Worst case, perusahaannya sendiri sudah tebal telinga dan cuma cari untung doang. Repotnya, UU Perlindungan Konsumen rasanya banyak yang nggak tahu, jadi asal ceplos saja di media sosial (berhubungan dengan topikmu tentang kesopanan). Sama perusahaan, paling gampang dianggap mencemarkan nama baik (kalau niatnya mendulang duit lagi).

Repot :D
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Ooow... Gak tau juga ya. Soalnya kalo aku liat teman-temanku, baik di facebook ataupun status BBM, suka menyamarkan nama.

Aku jarang dengar sih di negara mana pun, ada tuntutan hukum ke sebuah perusahaan karena iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Tapi ketika kita complain, susahnya mendapat keadilan.

Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com