Tinggal berdua serumah dengan lawan jenis, Ya atau Tidak?

Dimulai oleh Stash, 05 Februari 2013, 08:10:32

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Stash

Jadi tadi malam pas aku lagi chat sama temanku di sgp, tiba-tiba aku punya ide iseng mau ngerjain dia. Jadi ceritanya ortunya punya kondo di singapur, dan cuma ditinggali oleh temanku ini (cewek, sekitar 20 tahun. Kita panggil aja A). Jadi aku mancing dia dengan pertanyaan "wah, kalo gitu, pas aku pergi ke singapur, bisa numpang gratis disana dong". Dan berhasil pancinganku, dimulailah diskusi seru tentang hal itu.

Kesimpulan dari chat yang agak panjang itu, si A bilang kalo dia memang bisa kasih aku nginap disitu (karena ada kamar kosong), tapi dia gak akan mau. Alasan yang selalu dia ucapkan adalah etika, etika, dan etika. Dua orang berlainan jenis dalam satu rumah (walaupun beda kamar dan walaupun tidak melakukan perzinahan) melanggar norma, dan tidak baik dilihat orang.

Yang aku tanyakan sih, etika itu siapa yang buat ya? Landasannya apa ketika mereka membuat etika itu? Aku memang bukan ahli Alkitab, tapi setahuku, tidak ada ayat di Alkitab yang mengatakan bahwa cowok dan cewek dilarang berduaan di dalam rumah. Ya, ada ayat yang dengan tegas mengatakan "jangan berzinah", tapi tinggal serumah saja bukan lah berzinah kan? Setahuku, Islam memang ada aturan dimana mereka melarang cowok dan cewek berduaan di suatu tempat yang sepi (entah rumah, kamar, jalan, atau pun tempat-tempat lain). Apakah itu asal mula etika yang beredar di indonesia ini?

Info saja sih, kapan hari temanku yang S2 di australia pernah cerita. Jika kalian tinggal bareng dengan teman-teman kalian, dan isinya semua cowok atau cewek, maka kalian akan dianggap gay/lesbian. Etika disana malah mengharapkan dalam 1 rumah harusnya ada cowok dan cewek (terlepas adanya hubungan suami istri atau gak). Benar-benar 180 derajat dengan budaya indo ya, dimana kalo cowok/cewek semua dalam 1 rumah malah dianjurkan :D

Aku mau tahu saja apa jawaban kalian. Anggap aja kalian punya rumah dengan 2 kamar, dan kalian tinggal sendirian. Terus ada teman kalian (lawan jenis) yang mau numpang tinggal disitu (katakanlah 1 minggu), apakah kalian akan mengijinkan (sertakan alasan kalian ya)? Ada 3 kondisi :
1. Dia masih punya teman-teman lain yang bisa dimintai tolong juga.
2. Gak ada teman lain yang bisa nolong. Tapi dia masih bisa sewa hotel.
3. Gak ada pilihan sama sekali. Antara nginap di rumahmu, atau di emperan jalan.

Kalo aku pribadi, selama aku tahu orangnya, dan nyaman dengan dia (dia gak mencuri, gak merusak rumah, gak mabok-mabokan, dkk), ya aku ijinin nginap.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

#1


Kutip dari: stash pada 05 Februari 2013, 08:10:32
Ada 3 kondisi :
1. Dia masih punya teman-teman lain yang bisa dimintai tolong juga.
2. Gak ada teman lain yang bisa nolong. Tapi dia masih bisa sewa hotel.
3. Gak ada pilihan sama sekali. Antara nginap di rumahmu, atau di emperan jalan.

Kontradiksi semua ;D kuasumsi semuanya terpisah. Tergantung aturan di tempatku tinggal, jawabanku bisa ya bisa nggak. Misalkan ternyata aku lagi di Aussie dan ternyata aturannya sah-sah aja, ya monggo nginap. Di Indo? Ada aturan tamu lebih dari 1 x 24 jam harus lapor, ya lapor dah sana (apalagi dia bukan keluarga). Dari situ, kalau kondisinya no 1, misalkan ternyata ga boleh cowok-cewek yang belum nikah dan ga ada hubungan keluarga tinggal di satu atap, ya silakan cari teman lain (after all, kalau dia ternyata maksa minta tinggal di tempatku, berarti memang ada "apa-apa" ;D). Kalau kondisinya no 2, why not hotel? Ada semacam "kelonggaran" kan bahwa di hotel siapa saja bisa menginap, regardless apapun hubungannya. Dibandingkan gosip tetangga? Ya sana pergi nginap di hotel (sekali lagi, kalau dia ternyata maksa minta tinggal di tempatku, berarti memang ada "apa-apa ;D). Kalau kondisinya no 3, mau apa lagi :P

Kutip dari: stash pada 05 Februari 2013, 08:10:32
Aku memang bukan ahli Alkitab, tapi setahuku, tidak ada ayat di Alkitab yang mengatakan bahwa cowok dan cewek dilarang berduaan di dalam rumah. Ya, ada ayat yang dengan tegas mengatakan "jangan berzinah", tapi tinggal serumah saja bukan lah berzinah kan?

Ada ayat lain yang mengatakan, "Kalau kamu dalam hati saja sudah menginginkan wanita itu, kamu sudah berzinah." Aku juga bukan ahli Alkitab, tapi ingatku ini di Injil. Mungkin rada PG yang satu ini, tapi yakin dalam jangka waktu itu kamu tidak "menginginkan" dia atau sebaliknya? Aku sih gak yakin sama sekali :P

Kutip dari: stash pada 05 Februari 2013, 08:10:32
Yang aku tanyakan sih, etika itu siapa yang buat ya? Landasannya apa ketika mereka membuat etika itu?
Daripada kejauhan memandang etika lawan jenis itu dari mana dan dasarnya apa (kamu pasti belum lahir saat etika itu rilis), coba deh pikirkan tentang etika yang lahir semasa hidupmu: netiquette. Coba jawab :)
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Emang 3 contoh itu aku buat berkontradiksi, supaya bisa mencakup 3 kondisi yang mungkin terjadi.

Kalo dalam kondisi 3, kamu mengijinkan, kenapa dalam kondisi 2, kamu gak mengijinkan? Ketika di kondisi 3, kamu rela menjadi obrolan tetangga, kenapa di kondisi 2, kamu gak rela? Karena di kondisi 2, kalo dia harus stay di hotel, artinya keluar duit. Dan walau pun mungkin dia mampu, bukan kah kalau bisa hemat uang lebih baik lagi?

Omong-omong, cuma menegaskan lagi aja, kita membicarakan kondisi ketika teman kita cuma nginap short term, mungkin max 1-2 minggu.

Aku setuju dengan ayat itu. Tapi yang itu kan urusan antara pribadi mereka berdua. Kalo misal aku merasa bahwa aku gak bisa menahan godaan, ya aku pasti menolak. Mungkin tulisan awalku kurang jelas, bahwa dalam kasus ini, kita mengambil suatu kondisi ideal dimana tidak terjadi apa-apa yang melanggar agama dan hukum. Satu-satunya masalah yang terjadi adalah kamu "mengabaikan" etika ketimuran.

Netiquette? Apa pula itu? Gak pernah dengar. Tapi intinya sama saja dengan etika-etika lain buatan manusia, seperti etika ala bangsawan, etika ala orang timur, etika ala orang barat, dkk. Etika dibuat oleh beberapa orang sebagai aturan dengan tujuan (dan asumsi) bahwa kalau etika itu dijalankan, maka masyarakat bisa hidup tenteram. Pertanyaannya, apakah berarti kalau kita hidup di luar etika itu, masyarakat akan hancur? Aku berbicara tentang etika hasil buatan manusia, bukan aturan-aturan (etika) yang tertera di Kitab Suci.

Jika memang kita tidak melakukan apa pun, tapi menjadi obrolan tetangga, kenapa harus kita yang mundur? Kenapa bukannya kita menyalahkan para tetangga kita yang suka sekali berpikiran negatif?

Sedikit nambahin aja, misal hal ini beneran terjadi di dunia nyata, aku akan menolak 2 kasus awal, dan mengijinkan di kasus 3. Aku gak melihat masalah etika atau pun omongan tetangga, tapi lebih ke poin exshan yang ditulis di atas, apakah aku sendiri yakin bisa melewatinya dengan tidak berdosa? :D
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Kamu sudah berapa tahun kenal Internet tapi ga kenal netiquette >.> hey, berhubung asumsiku benar, berarti kondisi 3 itu last resort kan? Kalau kamu bisa menjelaskan bahwa memang ada alasan yang amat sangat kuat sampai dia terpaksa harus menginap di tempatmu selama beberapa hari, harusnya masyarakat bisa menerima. Sekarang coba asumsikan etika yang berlaku ternyata ketat. Otomatis kondisi 1 dan 2 jawabannya 99,999% tidak.

Kutip dari: stash pada 05 Februari 2013, 03:55:14
Jika memang kita tidak melakukan apa pun, tapi menjadi obrolan tetangga, kenapa harus kita yang mundur? Kenapa bukannya kita menyalahkan para tetangga kita yang suka sekali berpikiran negatif?

Have you tried this? Apa iya dengan saling menyalahkan semuanya selesai? Kamu boleh saja berpikiran, hei aku yang benar, kalian yang salah, tapi kalau para tetangga juga berpikiran yang sama, di atas kertas kamu yang salah :D there's a thin line between bravery and stubbornness.

Kutip dari: stash pada 05 Februari 2013, 03:55:14
Tapi intinya sama saja dengan etika-etika lain buatan manusia, seperti etika ala bangsawan, etika ala orang timur, etika ala orang barat, dkk. Etika dibuat oleh beberapa orang sebagai aturan dengan tujuan (dan asumsi) bahwa kalau etika itu dijalankan, maka masyarakat bisa hidup tenteram. Pertanyaannya, apakah berarti kalau kita hidup di luar etika itu, masyarakat akan hancur? Aku berbicara tentang etika hasil buatan manusia, bukan aturan-aturan (etika) yang tertera di Kitab Suci.

Baca, tonton, mainkan The Walking Dead. Apa yang akan terjadi pada etika ketika peradaban runtuh, serial itu membeberkannya walaupun mungkin secara implisit. Kebalikannya juga berlaku: kalau etika dilanggar, apa iya masyarakat akan hancur? Memang serial itu buatan manusia, tapi, with all my respect, Kitab Suci juga buatan manusia kan?

Oke, ini jawaban dari para cowok, sekarang kuserahkan pada para cewek untuk menjawabnya ;D
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

faart

Dari yang cewek... tergantung yang nginap siapa, sih.
Secara aku cewek, kalau mau diinapi cowok ya jelas mikir beratus-ratus kali :P tapi yang jelas, kalau aku percaya dia gak bakal ngapa-ngapain, aman kan?
Balik lagi ke aturan tempat tinggal.
Overall aku setuju sih sama kk Exshan, last resort itu mau gak mau harus setuju... tapi kalau seminggu mah, ada satu pertanyaan lagi.
Kalau maunya liburan, why not hotel?

Kecuali kalau kejadiannya mirip pas banjir di Ubaya dulu, yang berakibat aku gak bisa pulang gara-gara banjir sepaha, dan harus nginap di kos cowo gara-gara pas itu yang kebetulan lagi barengan cuma dia >_> dan toh akhirnya sini berdua ga tidur semalam :P balik lagi masalah percaya ga sama orangnya, kalau aku merasa ga aman ya mending sekalian aja nginap di kampus~

Stash

@exsharaen : sori nih, tapi aku SUPER KEBERATAN kalo dikatakan Kitab Suci adalah buatan manusia. Ya, Kitab Suci ditulis oleh manusia, tapi (aku tahunya Alkitab, entah Kitab Suci lainnya) isinya diambil langsung dari Allah, dari Yesus, dan dari orang-orang yang penuh Roh Kudus.

Kalo pola pikirmu seperti gitu, bahwa kalau me vs community berarti community yang benar, bukankah itu karena kamu memakai prinsip "Mayoritas selalu menang", yang berarti kamu gak mempedulikan tentang siapa yang benar, tapi lebih mempedulikan siapa yang banyak pendukungnya.

Dulu ketika etika di amerika berkata bahwa orang berkulit hitam hanya ditakdirkan menjadi budak, kira-kira gimana ya dunia sekarang kalau semua orang berkata "oh iya, itu kan sudah etika/adat/norma. Ya udah, dijalani aja"?
Atau tentang norma dahulu kala bahwa status wanita harus di bawah lelaki, tidak ada yang namanya kesetaraan. Kira-kira apa ya yang terjadi sekarang kalau gak ada Kartini yang berani mendobrak norma?

@claire: kalo kamu mau liburan panjang (katakan 1-2 minggu), dan ada opsi untuk nginap gratis (atau mungkin tetap bayar, tapi dengan rate yang lebih rendah), apa bener kamu lebih memilih hotel??? Katakan aja misal aku mau liburan ke singapur, hotel termurah yang aku tau itu 50-60s$. Anggap aja 7 hari, berarti 350s$, setara 2,8 juta rupiah. Itu di hotel backpacker yang kecil kamarnya. Kalau ada pilihan untuk tinggal di rumah, dengan suasana yang lebih enak, kamar yang lebih nyaman, dan biaya lebih murah, kenapa gak?
Beda lagi kalau liburan sekeluarga, ya gak mungkin lha nginap di rumah teman. Yang aku bicarain kalo berpergian sendirian.


Tambahan aja, ya aku tahu etika itu ada karena untuk menjaga just in case kedua orang itu gak kuat menahan diri. Tapi bukan berarti semua orang dilarang untuk melakukan itu, walau mereka yakin bisa menahan diri. Istilahnya aku mau berkata "Hei, aku yang paling tau diriku, dan bukan kalian. Jadi kalau aku bisa menjaga diri, ngapain kalian harus cerewet?"
Kalo pake logika gitu, sama aja dong dengan FPI yang menutup warung-warung makan di saat puasa. Supaya orang-orang gak batal puasa, ya udah dilarang aja semua warung. Gak ada godaan, gak ada batal puasa. Berarti FPI gak salah ya.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

#6
Jawabanku tetap sama: tergantung kondisi. Di dunia ini nggak ada yang namanya 100% benar dan 100% salah (Tuhan pun pernah salah, ya kan?). Kalau mau dunia seperti itu, masuklah dunia biner alias komputer. Komputer ga punya nilai antara 0 hingga 1, adanya 0 dan 1. Dan akibatnya, perbandinganmu sendiri bias :D adat, norma, dan etika itu beda lho. Ini menurut KBBI:

Adat istiadat: tata kelakuan yg kekal dan turun-temurun dr generasi satu ke generasi lain sbg warisan sehingga kuat integrasinya dng pola perilaku masyarakat
Norma: [n] (1) aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dl masyarakat, dipakai sbg panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan berterima: setiap warga masyarakat harus menaati -- yg berlaku; (2) aturan, ukuran, atau kaidah yg dipakai sbg tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu
Etika: [n] ilmu tt apa yg baik dan apa yg buruk dan tt hak dan kewajiban moral (akhlak)

Mungkin ada satu yang perlu diperjelas: kamu tanya ini dari sisi yang diinapi atau yang mau nginap? Dari jawabanmu ke Claire, aku nangkapnya sebagai yang mau nginap, dan berhubung jawabanmu begitu, aku sekarang nangkapnya, demi biaya murah, kenyamanan, dll. (yang intinya, kebutuhanmu kan?), kamu mau mengorbankan si empunya rumah yang jelas-jelas menolak karena alasan etika, dan kamu mau mencoba mencari pembenaran di sini bahwa, hey, sebenarnya it's okay lho... CMIIW.

In the end, kamu mau berkata, "Hei, aku yang paling tau diriku, dan bukan kalian. Jadi kalau aku bisa menjaga diri, ngapain kalian harus cerewet?" So be it! Ga perlu kamu bahas panjang lebar di sini kalau gitu :) Kartini boleh jadi contoh bagus ketika ada yang berhasil mendobrak norma, tapi bukan berarti kalau ada norma, etika, atau adat yang menurutmu salah terus harus didobrak juga. Belum tentu pemikiranmu benar :D Intinya sih balik dirimu lah. Kalau kamu memang yakin seperti itu, ya sudah. Sekali lagi aku bilang, there's a thin line between bravery and stubbornness.

Out of topic (dan mungkin dibahas di tempat lain saja), bukannya aku berubah jadi atheis atau meragukan iman sendiri, tapi... kamu tahu injil Lukas? Dari mana dia dapat bahan untuk injilnya? Surely not from Jesus Himself, since he is not His apostle :) dia terinspirasi Roh Kudus? No, he's a doctor. Tapi baca bab 1, apa alasannya kok dia sampai bikin buku yang sekarang kita akui sebagai Injil. Bukan berarti aku meragukan Kitab Suci lho, banyak memang yang bisa diambil dari situ. Boleh lah berkata "iman tidak perlu bukti", tapi sampai di mana batasnya, biar tiap orang yang menentukan sendiri-sendiri.
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Jawabanku ke Claire cuma mau menjelaskan kenapa seseorang lebih prefer menginap di rumah saudara/teman dibanding tinggal di hotel.

Well, aku gak pernah membahas tentang imanmu kok. Silahkan baca lagi jawabanku, aku gak menyinggung apa pun menyangkut kamu dan imanmu. Aku cuma keberatan tentang statemenmu aja.

Aku lagi-lagi keberatan dengan kalimatmu, tapi biar dibahas di topik baru saja.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Kutip dari: stash pada 06 Februari 2013, 07:47:37
Jawabanku ke Claire cuma mau menjelaskan kenapa seseorang lebih prefer menginap di rumah saudara/teman dibanding tinggal di hotel.

Ahem... nggak ada statemen ini di awal pembicaraanmu ;D mungkin kamu sudah baca ulang semua jawaban di sini, tapi tetap aja ada beberapa fakta yang "slipping away" waktu nulis, jadi... you know what to do next time :)
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Statemen apa? Dalam studi kasus ini, memang aku membicarakan ketika 2 orang ini adalah teman, dan bukan saudara.

Tapi kenapa aku menambahkan saudara ketika menulis penjelasan itu? Karena ketika kamu pergi ke kota lain, bukan cuma teman saja kan yang bisa diinapi. Ada saudara juga. Aku rasa kamu sering mengalaminya sendiri, contoh ketika kamu liburan ke bojonegoro.

Well, I know what I will need to do next time :)
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Ketika kamu menambahkan "saudara", things are less complicated. Kenapa? Soalnya masih saudara :D aku ga pernah tuh ngalami keluar kota dan harus nginap hanya berdua berlainan jenis. Yang ada kebalikannya, ditinggal berdua aja sama sepupuku yang cewek itu (ingat ga?). No problem with that.

Jangan membandingkan apel dengan jeruk :D
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen