Berita:

Update RPG OJ v0.2 dan v0.2.1 ke v0.2.2!
Lihat keterangan lebih lanjut di Enter Our Journey > Releases and Updates..

Main Menu

Speak up!... or silence?

Dimulai oleh Èxsharaèn, 19 Februari 2009, 03:54:31

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Èxsharaèn

Kejadian-kejadian kemarin rupanya memberiku pelajaran baru:

Banyak yang malas bicara tapi mau keinginannya dipenuhi.

Contoh yang paling gres adalah kejadian tadi malam. Temanku (panggil saja A) baru dua hari main RF, jadi mungkin masih belum terbiasa dengan sistemnya. Kebetulan teman akrabku (panggil saja B) juga online, dan tahu aku sedang membantu A, jadi dia mau nyusul aku. Sebenarnya tidak ada masalah sih, sampai ketika si B menanyakan sesuatu yang sebenarnya sepele sekali ke A: Sudah selesai belum quest-nya? Eh tidak dijawab... bahkan aku sendiri yang tanya ke A pun lama menerima jawabannya. Oke lah, kukira dia masih kewalahan harus chat saat melakukan sesuatu...

Di saat aku DC (disconnect) dan masuk lagi, si A bilang kalau dia dikata-katai si B. Aku tanya ke B, dia bilang apa. Katanya, temanmu itu sombong banget, orang tanya nggak dijawab. Yaa... nggak salah juga kan penilaiannya :) tapi kujelaskan kalau dia baru dua hari main, jadi mungkin masih kagok. Dia bisa maklum sih, tapi siapa juga yang mau menemani orang yang nggak ngobrol sama sekali, wong itu game multiplayer... akhirnya hanya aku yang menemani si A.

Eh berikutnya terjadi lagi, kali ini dengan temanku C yang kebetulan juga baru ketemu dua hari. Saat akhirnya si A bisa mengejar ketinggalan 10 level denganku (ada syarat selisih 10 level supaya bisa gabung dalam satu kelompok), si A aku ajak sekelompok dengan si C. Kebetulan dia tidak tahu cara chat party, jadi ya aku ajarin. Kebetulan lagi si A dan si C punya quest yang sama, tapi karena suatu hal si C selesai duluan. Di sini masalah mulai muncul, rupanya quest si A belum selesai, tapi dia tidak bilang, baik di chat pribadi ke aku maupun di chat kelompok. Jadi aku ya anggap dia sudah selesai, sehingga aku bantu si C berburu. Eh beberapa saat kemudian si A tiba-tiba bilang kalau dia malas main kalau "disampahin" melulu (itu istilah kalau kau sedang berusaha mengalahkan suatu monster, biasanya untuk menyelesaikan quest atau sekedar berburu, lalu tiba-tiba ada orang lain tanpa diundang ikut mengalahkan monster itu, bahkan sampai membunuhnya, baik ikut dalam kelompok atau biasanya tidak sekelompok[kasus yang terakhir lebih sering]), lalu keluar begitu saja. Kubisiki pun tidak dijawab. Berhubung aku sudah ngantuk berat, aku nggak memperpanjang masalah (walaupun sepertinya dia menganggap begitu) dan keluar dari permainan.

Lha wong dia nggak bilang kalau quest-nya belum selesai...

Jadi gitu lah, aku heran saja dengan beberapa orang. Kenapa susah sekali untuk ngomong sesuatu? Kalau memang quest-nya belum selesai ya bilang, supaya aku tahu dan bisa bantu. Kalau perlu A, bilang, siapa tahu aku bisa (dan mau) bantu. Kalau nggak bilang, ya mana aku tahu maumu apa? Lain ceritanya kalau aku bisa baca pikiran.

Yang bikin aku kesal, bicara sesuatu yang benar itu sepertinya jadi hal yang "haram," apalagi kalau masalahnya sensitif. Aku kemarin berdebat dengan mamaku masalah gajiku yang masih belum dibayar di Nav, katanya lupakan saja. Lha enak saja dilupakan, wong itu hakku. Seenaknya saja mamaku berkesimpulan kalau gaji itu sudah dipakai pribadi, dari mana memangnya dia tahu? Aku bilang mau masukkan koran, mamaku malah bilang aku gila. Sudah segitu haramnya kah berbicara tentang kebenaran sampai orang-orang yang demikian dicap tidak waras? Jelas mamaku takut masalah tambah ruwet, tapi apa iya pasti begitu? Toh dalam hal ini aku sudah memenuhi kewajiban membayar penalti, jadi aku ya berhak dong menuntut hakku, walaupun nominalnya sangat kecil bagi perusahaan sebesar itu (dan jujur saja aku benar-benar kecewa masuk ke sana, lebih baik anggap saja aku tidak pernah bekerja di sana). Kalau kebenaran ada di pihak kita, untuk apa takut? Dimanipulasi bagaimana pun, ada satu yang paling tahu kebenarannya, dan jelas Dia nggak akan tinggal diam. Masa depan hancur? Nggak ada istilah itu, yang ada masa depan suram. Tapi sesuram apapun itu, tidak mungkin tidak bisa diatasi. Lagipula, dalam tolok ukur apa sih seseorang dibilang punya masa depan sukses? Masa depan itu kan hanya rencana, belum pasti 100% terlaksana. Siap kah kalau dalam sekejap masa depan yang diancang-ancangkan sukses itu tiba-tiba lenyap begitu saja?

Aku juga tidak suka dengan orang yang menuduh kita salah dalam sesuatu tapi tidak mau mengatakan apa salahnya. Ya oke lah mungkin kita sendiri yang harus introspeksi diri, tapi kalau kita memang tidak melakukan apa-apa yang menurut kita salah, lalu bagaimana kita tahu salah kita di mana? Ukuran "salah" itu kan relatif sekali, beda-beda tiap orang, jadi disuruh introspeksi diri pun ya nggak ada gunanya. Misal, A memberi buff (status menguntungkan) ke orang lain tanpa minta izin. Di mata B, mungkin itu nggak ada masalah, malah justru menguntungkan kalau seandainya dia tidak minta tapi itu justru membantu dirinya. Di mata C, itu mungkin jadi masalah, misalkan saja ternyata slot buff-nya penuh sehingga buff baru itu justru "mengusir" buff lain yang dia perlukan, apalagi buff itu tadinya diminta dari orang lain dan susah dapatnya. Nah, kalau si C tidak bilang kalau itu salah tapi langsung menghakimi si A, bagaimana bisa si A tahu dan sadar kalau, oh, ternyata perbuatanku itu salah? Iya kalau si A bisa sadar, kalau tidak? Bukannya lebih gampang mengatakan salahnya orang lain daripada salahnya diri sendiri? Jadi kenapa masih saja susah memberi tahu kesalahan orang lain?

Intinya, ayo lah. Mulut itu ada untuk dipakai berbicara, jangan hanya dipakai makan. Kalau di Internet, sepuluh jari itu ada untuk dipakai mengetik dan menyuarakan pikiran, bukannya dipakai klik mouse saja. Apa sih susahnya bicara? Itu keterampilan sejak kecil kan? Aku dulu juga pendiam, tapi sekarang aku sudah bisa menyuarakan pendapat. Kalau ingin dimengerti orang lain, ya bicara. Orang lain pasti mau mendengarkan, selama yang dibicarakan itu tepat.

Jadi, pilih mana? Bicara dan dimengerti, atau diam saja dan dimusuhi?
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen

Stash

Hmm... kadang silence is gold. Tapi too much silence will kill you. Seperti kata pepatah, malu bertanya sesat di jalan. Intinya sih simpel, kalo kamu emang perlu, ya ngomong. Kalo gak mau ngomong, ya jgn ngambek kalo misal yg terjadi gak sesuai keinginanmu.
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Stash

Lagi-lagi topik lama yang aku hidupkan lagi :p Tadi sore sempat baca topik ini, dan gak ada rencana untuk "menghidupkan"nya, tapi malam ini aku kena kasus yang intinya sama....

Ok, awal cerita, di grup Magic the gathering di facebook, ada yang nulis begini (kita beri dia nama A) "contoh kasus. Misal ......, apa hasilnya?". Kelihatannya simpel kan, ada orang yang sedang bertanya dan dia ingin mengetahui jawabnya. Kebetulan aku gak yakin dengan jawabannya, jadi aku cari di google. Nemu 1 artikel yang sebenarnya salah tapi pas aku liat itu, aku merasa benar (ntar aku akan kembali ke kalimat ini). Setelah aku post, si A respon "wah, kok google? Harusnya jawabannya menurut pengetahuan dan logikamu aja". Lha, aku mana tahu kalo itu maunya A? Di tulisannya sama sekali gak ada keterangan tambahan mengenai ketentuan menjawab. Tapi ok lha aku gak mencoba cari masalah, aku respon aja baik-baik "wah, aku gak tau. Harusnya kamu nulis kali ini test". Lalu ada orang lain (si B) merespon "kan udah ditulis contoh kasus". Sampai sini masih ok lha, mungkin pengertianku tentang "contoh kasus" dan mereka mungkin beda. Namun orang lain lagi (si C) menambahkan "kurang besar tulisan contoh kasusnya. Mungkin perlu digaris bawahi bla bla bla". Okay... Aku mulai merasa si C ini agak sentimen dengan aku (ge er mode on).

Namun untuk sementara aku gak peduliin si B dan C. Aku sempat debat dengan 2 orang lain lagi (D dan E). Pendapat mereka dan pendapatku berbeda. Setelah berargumen agak lama, akhirnya si D bilang "coba aja lihat dokumen FAQ resminya, ada kok keterangannya". Masa sih? Aku google lagi, dan ternyata ada. Link artikelnya plus isi artikel yang relevan aku copas ke replyku. Yang aku bingung, kalo sudah ada penjelasan resmi dan kamu tau artikelnya, kenapa gak kamu pasang aja artikelnya seperti yang aku lakukan? Kenapa kamu melayaniku betdebat panjang tanpa mengeluarkan "kartu as" yang kamu punya?

Trus di replyku itu, aku juga jelas mengaku asumsiku salah. Eh si C nulis lagi "oh, bisa salah asumsi ya?" Gak aku respon. Trus dia nulis lagi "gak coba cari di google atau di forum mtgs bro?" (Mtgs adalah forum magic yang lumayan besar. Aku jawab jujur "di forum mtgs ato forum2 lain belum ada yang nanya pertanyaan ini. Ini aja link tadi aku dapat dari google kok". Tau responnya C apa? "Bro bro, kan tadi aku ada nyebut google di pernyataanku". Apa coba maksudnya? Aku tanya lha "so? Aku gak nangkap maksud pernyataanmu". Dia jawab lagi "nvm, maybe my words are not as sophisticated as yours". Dan udah ta cuekin ae, padahal ada godaan untuk ngelike responnya dia itu :D

Yang aku heran, si C ini sama sekali gak mencoba memberikan jawaban atau mengoreksi jawaban orang yang salah. Ok, aku salah. Tapi apa berarti kamu boleh bully orang yang salah, padahal kamu sendiri gak jawab? Dan kalo aku salah, koreksi dong kesalahanku, jangan menyindir2 hal-hal lain. Aku gak tau apa yang membuat tuh orang kok sinis dengan aku. Apa karena aku yang pemula berani debat dengan pemain senior? Apa aku dianggap sombong?
Twitter ID : stefano1003
Facebook : http://www.facebook.com/stefano.ariestasia
Google+ : stefano.ariestasia
Blog : http://catatanstefano.wordpress.com

Èxsharaèn

Entah ya, sejak dunia siber mulai meluas, sepertinya tambah banyak orang-orang seperti itu.

Kalau aku sih, kejadian lagi di dunia game online. Guild-ku anggotanya sangat sedikit, hanya tujuh orang, tapi kali ini guild pribadi, dalam arti kami tidak menerima orang asing, kecuali yang betul-betul kenal. Ada dua orang yang cukup membuatku heran. Pertama, ada si A, dia teman role-play Claire. Sejak pertama gabung guild sekitar sebulan lalu, nggak pernah sekalipun dia menyapa orang-orang. Ya mungkin ada kendala bahasa, karena dia bukan orang Indonesia, tapi kita bisa bahasa Inggris kok. Memang dia pemain baru di DN SEA, tapi kurasa Claire sudah mengajarinya cara chat party, membalas whisper, atau chat guild. Susah ya memperkenalkan diri? Akibatnya, suatu hari, karena rata-rata tidak tahu, si A ini online. Yang lain tentu bingung, siapa ya itu? Kami sudah terbiasa chat di guild, jadi ya secara alamiah ada yang nanya (aku kebetulan lagi sibuk jadi nggak sempat balas, tapi sempat baca):

B: Eh ada orang-orang baru ya?
C: Iya.
B: X ini siapa?
C: Oh itu char-ku.
B: A?
C: A koncoe Claire.

Nah, ujung-ujungnya si A ini cerita ke Claire, "namaku disebut-sebut di chat." Berhubung dia nggak ngerti bahasa Indonesia, pikirannya buruk deh, dan dia jadi bad mood sendiri. Oh come on, sesusah itu kah memperkenalkan diri? Aku jadi antipati betul sama orang itu, dan kebetulan sekali--nggak ada maksud rasis tapi sejauh ini pertemuanku dengan mereka nggak ada yang mulus--dia Pinoy (orang Filipina). Yang lebih aneh lagi, dia selalu main sendiri, paling banter sekelompok dengan Claire. Lalu apa gunanya guild? Apa gunanya main MMORPG?

Yang paling susah sih menghadapi C. Memang aku cukup akrab sama si C, tapi pada batasan tertentu dia juga sama susah ditebaknya maunya apa. Dia juga punya sifat yang nggak kusuka: terlalu mudah berasumsi (nanti coba kubahas di topik lain). Aku ini gak bisa baca pikiran, ya mana tahu maunya dia kaya apa...
Jangan lupa ikutan serunya petualangan Our Journey!
~ A, èxshna il utnön qu our journey shallaran a èndh... ~

Profiles
About.me https://about.me/hoshiro.exsharaen