News:

Sebal karena beberapa situs diblokir? Baca cara bypass-nya di sini!

Main Menu

Recent posts

#1
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 04 May 2023, 10:08:31
Save point...

Nggak terasa sudah sebulan tinggal di Malaysia. Kesan-kesan sejauh ini...

Dari sisi makanan, belum ada satu pun makanan yang aku tidak doyan di sini. Lebih kaya rasa dibandingkan Singapura, jadi agak mirip Indonesia. Walaupun biaya makan di Cyberjaya ini agak mahal, sekitar 25-35 ribu sekali makan normal (bukan di mal ya, kalau di mal bisa dua kali lipatnya lebih), namun menurutku makanannya enak-enak. Yang belum kucoba hanya restoran Arab/Timur Tengah sih, mahal soalnya ^^; 

Kenyamanan... kebetulan sekali lokasiku ternyata agak mirip Singapura. Trotoar pejalan kaki ada (walaupun ada satu sisi jalan yang tidak ada trotoarnya) dan lebar, sama seperti di Singapura. Yang aku keluhkan di sini hanya lampu merahnya saja. Tidak semua sisi jalan ada lampu merah untuk pejalan kaki, jadi aku harus pandai-pandai membaca lampu merah untuk kendaraan. Sampai sekarang masih sering salah baca ^^; dan yang kuamati, asalkan jalannya kosong, kendaraan pasti akan menerobos lampu merah. Kalau di Indo, pasti sudah kena tilang :D aku belum mencoba kendaraan umum, cuma di sini bus agak jarang sekalipun aku beberapa kali melihat bus feeder untuk MRT. Masjid ternyata cukup jarang ditemui, aku hanya mendengar suara adzan samar-samar dari kos, itu pun tidak sekencang di Surabaya. Selama Ramadan kemarin, ya cuma sesekali saja suara petasan dan kembang api. Malam Lebaran, tidak ada namanya takbiran; tidak ada suara apapun dari masjid. Yang ada hanya suara kembang api dan petasan, tapi itu pun tidak berlangsung nonstop, pukul dua pagi sudah berhenti. Yang aku keluhkan saat ini sih tidak ada gereja Katolik di Cyberjaya, jadi mau tidak mau sepertinya harus ke KL kalau aku ingin ke gereja, itu pun harus siap waktu perjalanan cukup banyak.

Keamanan... sekilas sih mirip seperti Singapura untuk saat ini, tapi kalau baca di Quora, yang aku dapatkan saat ini sepertinya eksklusif di kotaku saja. KL bisa tidak aman katanya. Aku sih belum punya rencana ke KL, kecuali nanti kalau sudah nemu gereja. Paling tidak, HP-an di jalan sudah jadi kegiatan umum. Kompleksku cukup aman, karena akses pintu masuk dan keluar hanya ada dua dan pasti melewati pos security.

Kebersihan... separuh mendekati Singapura, tapi aku masih bisa menemukan sampah sesekali di pinggir jalan. Bahkan kapan hari ada bangkai kucing di sisi jalan yang tidak ada trotoarnya :o tapi secara umum sih lebih bersih daripada Surabaya :D 

Lokasi... sejauh ini aku cukup puas dengan lokasi kosku. Walaupun perlahan-lahan nemunya, namun aku bisa menempuh sebagian besar kebutuhanku cukup dengan berjalan kaki saja, tanpa harus naik Grab ataupun nunggu bus yang cukup lama datangnya. Tempat makan hanya 5 menit saja, walaupun ditambah keluar kompleks sekitar 3 menit. Kalau pingin refreshing, ada Tamarind Square yang konsepnya mal terbuka, ini "agak jauh" sekitar 15 menit jalan kaki. Ke kampus, bisa 15 menit, cuma jalannya mendaki saat berangkat karena kampusku berbukit-bukit. Itu pun ternyata ada jalan pintas dari kompleks kosku, yang memotong jalan langsung ke dekat gedung fakultasku. Pertama kali aku mencoba ke sana untuk mengurus administrasi, aku membutuhkan 30 menit karena harus memutar jauh  ;D kalau kepingin nonton, ada bioskop TGV di mal yang jaraknya... 30 menit juga, gara-gara jalannya mendaki. Mal itu tidak terlalu besar juga sebetulnya, mungkin lebih cocok disebut plaza kalau di Indo. Aku tidak terlalu tertarik untuk kembali ke sana secara rutin, kecuali mungkin kalau harus beli sesuatu yang tidak ada di Tamarind Square. Sejauh ini aku selalu kembali ke Tamarind sih, karena ada MR DIY dan supermarket yang cukup besar.

Harga... kurasa tidak bisa benar-benar dibandingkan semuanya. Beberapa hal lebih murah, beberapa lebih mahal. Pelan-pelan aku mulai bisa menghitung cepat konversi ringgit ke rupiah, dengan patokan kasar 1 ringgit adalah 3500 rupiah, walaupun kalau lihat Google atau kurs bank fluktuatifnya lumayan di kisaran 3300-3400. Ada ATM di Tamarind yang bisa narik rupiah, tapi kursnya di atas 3500 dan sekali tarik kena biaya 25 ribu  >:( yaa selagi aku belum bisa buka rekening bank lokal, aku tidak bisa apa-apa sih. Uang sakuku sudah habis, jadi terpaksa tarik 500 ringgit. Ini pun hampir habis lagi, sisa 200-an ringgit :D  nah kalau ada yang nanya kok ga buka-buka rekening sampai sebulan...

Inilah satu hal yang menyebalkan dari Malaysia: administrasi. Lamban, beberapa butuh dokumen yang mestinya sudah pernah diminta, bahkan beberapa masih harus dicetak. Bayangkan, dari kedatanganku di Malaysia 5 April lalu, aku baru selesai mengurus administrasi mahasiswa baru tanggal 27 April!!! Mungkin beberapa akan bilang, ya maklum bulan Ramadan. Nggak deh, jangan jadikan bulan Ramadan alasan untuk bermalas-malasan. Secara umum, adminnya memang lelet; temanku sendiri cerita dia hampir menarik registrasinya dari MMU karena berbulan-bulan tidak diproses-proses. Untungnya aku relatif cepat... dari Januari :D berarti hampir tiga bulan untuk mengurus administrasi termasuk hingga visa pelajar. Sementara itu, kontrakku dengan Ubaya aku buat tanggal 15 Maret... rugi hampir dua bulan sebenarnya  :'(

Cuaca... di sini lebih ekstrem dibanding Surabaya ternyata. Siang hari bisa mencapai 34 C, dan itu terasa seperti 41 atau 42 C. Aku akhirnya terbiasa dengan kipas angin langit-langit, bahkan saat ini pun aku masih pakai kipas angin karena tidak berani banyak-banyak pakai AC ^^; listrik hanya gratis sampai 50 kWH, sisanya bayar sendiri. Anehnya, bulan ini aku nggak dapat tagihan listrik  ??? dilihat deh bulan depan, semoga saja nggak didobel... karena musim pancaroba sepertinya, perubahannya juga ekstrem: siang panas, sore hujan. Aku sudah dua kali masuk angin ^^; tapi akhirnya nemu Tolak Angin, ternyata ada di Watsons  :) terkait cuaca, aku masih tidak biasa dengan matahari di sini, yang terbit sekitar pukul setengah delapan pagi dan terbenam setengah delapan... petang? Jadinya, aku masih melaksanakan kegiatan sehari-hari sesuai waktu yang kukenal di Surabaya: kalau makan siang pukul dua belas siang, maka aku keluar kos sekitar pukul dua belas juga, walaupun secara teknis mataharinya masih pukul sepuluh ^^; demikian juga makan malam, sekitar pukul enam petang aku sudah keluar cari makan, walaupun di sini masih terasa seperti pukul empat sore. Akibatnya, jam tidurku juga semakin kacau: di Surabaya, aku biasanya mulai naik ke kasur pukul dua belas malam dan mulai tertidur sekitar pukul satu pagi. Di sini... nggeser satu jam, baru naik ke kasur jam satu pagi, lalu masih nonton YouTube sampai sekitar pukul dua atau bahkan tiga pagi, dan baru terbangun pukul sembilan atau sepuluh pagi sesuai matahari. Lebih parah daripada keadaan di Singapura dulu  ;D entah apakah aku bakal terbiasa ya, karena ini baru sebulan. Tapi dulu di Singapura aku juga kewalahan dengan matahari yang terbit/terbenam pukul tujuh sih, bahkan hingga kembali ke Indonesia pun jam tidurku tidak pernah kembali "normal". Mari kita lihat beberapa waktu ke depan :D

Terkait studiku sendiri, sudah mulai jalan sih, aku harus melapor tiap dua pekan sekali. Kedua supervisor-ku baik-baik, walaupun aku masih merasa agak sedikit canggung dan pendiam. Perlu semedi sih untuk laporanku berikutnya, katanya krusial untuk menentukan arah studiku...
#2
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 10 April 2023, 09:51:54
Save point...

Akhirnya sudah di Malaysia :) awal-awal berat banget rasanya, bahkan sejak hari-hari terakhir. Hari Senin (pekan lalu) aku sudah meninggalkan rumahku, dengan terpaksa meninggalkan beberapa barang yang tidak bisa kubawa, untuk menginap di rumah. Rabu pagi aku harus berangkat ke bandara, untungnya koko ipar mau antarkan. Selasa, aku diajak makan siang di luar. Walaupun sederhana, porsinya ternyata berlimpah. Aku sudah lama sekali tidak makan sebanyak itu :( malamnya hanya makan bakwan goreng bikinan sendiri. Dua malam itu aku tidak bisa tidur, selain harus menyesuaikan diri lagi karena sudah lama sekali aku tidak tidur di kamarku di rumah, keadaannya tentu saja sudah berbeda jauh sejak aku tidak lagi tinggal di sana. Dan ujung-ujungnya aku harus meninggalkan tempat itu... Rabu pagi, setelah siap-siap dan berangkat ke bandara...

Sampai sekarang aku belum bisa melupakan momen itu. Saat aku akhirnya berpisah dengan keluargaku di gerbang keberangkatan. Tiap kali mengingatnya, atau melihat lagi foto dan video yang direkam ceceku, rasa sedih itu langsung membanjiri dan tak tertahankan, bahkan saat aku menulis kenangan ini. Mungkin beberapa akan berkomentar, duh sudah tua kok masih sedih berpisah dengan orang tua, aku dulu bahkan sudah berpisah sejak bla bla bla. Well, aku tidak peduli. Bagiku, adalah sebuah karunia bahwa aku masih bisa bersama dengan orang tua yang selalu mendukungku penuh sampai di usia segini, hampir memasuki kepala empat, dan aku menikmati semua momen itu, sekalipun memang kadang-kadang ada jengkelnya. Aku tidak peduli kalau disebut anak mama; ya memang itu kenyataannya. Apakah itu membuatku jadi tidak mandiri? Kadang aku bertanya-tanya juga pada diriku sendiri, bahkan nanti kelak ketika mama meninggalkanku untuk selamanya, apakah aku bisa mengambil keputusan sendiri. Tentunya aku harus belajar, dan kepergian ke Malaysia ini, walaupun hanya dalam hitungan tahun, sepertinya akan melatihku untuk bisa hidup sendiri. Anyway... kesedihan itu kutahan saat aku melambaikan tangan untuk terakhir kalinya sebelum mama dan ceceku menghilang dari pandangan selagi aku menaiki eskalator menuju gerbang keberangkatan.

Dua jam empat puluh menit perjalanan di udara kemudian, sampailah di Malaysia. Pertama-tama, aku lapor EMGS dulu (ini semacam Kemendikbud namun layanannya untuk siswa internasional). Setelah itu, kebetulan sekali petugasnya mau ke imigrasi, jadi aku diantar ke sana, ke loket khusus pelajar internasional. Dengan menunjukkan dokumen-dokumen yang diperlukan, aku diizinkan masuk. Keluar ke hall kedatangan, aku sempat melihat ada booth SIM card. Langsung beli dua deh :D setelah itu, aku kontak-kontak dengan petugas dari MMU yang menjemputku. Akhirnya ketemu juga, dan ternyata hari itu ada satu siswa internasional lagi yang dijemput, tapi dia student exchange. Selama perjalanan, aku tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat-lihat pemandangan; sebenarnya jalan tolnya ya agak mirip di Indonesia. Cuma entah kenapa ya, tiap kali aku pindah negara, aku selalu melihat warna-warna baru yang berbeda dengan di Indonesia. Seakan di negara baru ini warna-warnanya lebih banyak dan cerah. Kira-kira tiga puluh menit kemudian, aku diantar ke kompleks kos. Aku pun naik ke lantai 9 tempat kosku, lalu setelah kontak-kontak dengan agen, aku pun bisa masuk ke kamarku. Setelah dijelaskan ini itu dan diberi kunci kamar, aku ditinggalkan sendirian di kamar.

Lho, cuma kunci kamar? Iya, karena pintu depan dikunci secara elektronik :) tapi sampai sekarang aku tidak tahu cara membukanya dari dalam :D yang kulakukan selalu sama dengan membuka kunci itu dari luar: memasukkan PIN. Yang penting bisa keluar :D di kamarku ada kipas angin langit-langit dan AC, namun sayangnya remote AC-nya bermasalah. Kata agenku, dia akan coba cari gantinya, kira-kira setelah Lebaran. Hah? Saat itu, kondisi tubuhku agak melemah, sepertinya karena capai perjalanan jauh dan kurang istirahat karena tidak bisa tidur, jadi aku merasa agak masuk angin. Terutama setelah mencoba menyalakan kipas anginnya dalam kondisi paling kecil, tetap saja anginnya kencang bagiku. Aku tidak tahan paparan udara langsung dari kipas angin, maka dalam waktu singkat aku bersin-bersin ^^; sayangnya, itu adalah awal dari batuk dan pilek yang sudah lamaaaaa sekali tidak aku alami sejak pandemi (ya kecuali pas kena Covid, tapi selain itu aku tidak pernah sakit). Untungnya bawa obat pilek, tapi karena aku tidak pernah batuk, aku tidak punya obat batuk. Ya sudah lah, sekarang cari makan dulu...

Ternyata tidak ada tempat makan di kompleks kosku :o aku lupa pukul berapa waktu, rasanya sudah "sore", sekitar pukul tujuh sore (kenapa aku bilang sore? Karena matahari terbenam pukul 19.30, jadi menurut standar hidupku yang berpatokan dengan matahari terbenam di Surabaya, saat itu masih pukul setengah enam :D ah anehnya zona waktu Malaysia... ini bahkan lebih ekstrem dari kebingunganku waktu tinggal di Singapura dulu, yang mataharinya terbenam pukul tujuh petang), dan toh sebenarnya di pesawat dapat makan, tapi itu pukul sebelasan. Sudah waktunya makan bagiku. Ujung-ujungnya nemu tempat makan di seberang kompleks. Awal-awal masuk, agak takut juga, walaupun apa sih yang ditakutkan orang Indo di Malaysia terkait bahasanya :D pas minta menu, ternyata "oh scan aja di meja". Wow :o padahal tempat yang aku masuki itu "warung" (tapi jangan dibayangkan kaya warung kaki lima ya, ini lebih mirip depot di Indo). Ya sudah, scan QR, lalu pilih menu yang menurutku aman (lupa ...

Ternyata enak :love:

Malamnya, aku iseng nyalakan AC. Eh ternyata bisa :D cuma sayangnya karena tidak ada selimut, aku terpaksa pakai salah satu celana panjang yang kubawa dan pakai kaos kaki. Ternyata ini kesalahan besar, karena aku jadinya tidak bisa tidur karena kedinginan (suhu AC tetap tidak bisa diatur dari remote). Subuhnya (lupa pukul berapa), aku terbangun karena khawatir tidak bisa mematikan AC, dan benar saja... panik Googling caranya membetulkan remote yang rusak, apalagi di tubuh AC-nya tidak ada tombol power fisik. Mau mencoba app remote, seingatku HP-ku tidak ada IR-nya. Eh ternyata tablet-ku masih ada IR :clap: aku ngasal dulu unduh salah satu app (yang mengganggu banget karena banyak iklannya), lalu mencet tombol power...

AC-nya mati  :clap: :clap: :clap: sejak saat itu aku menggunakan Tab-ku untuk menyalakan dan mematikan AC. Aku hanya menyalakan menjelang tidur karena di kos hanya diberi gratis 50 KWh. Kalau melihat pemakaianku di Surabaya, itu sangat kurang dari cukup, jadi sepertinya nanti bakal bayar ekstra (0,6 ringgit per KWh kelebihan). Dilihat deh akhir bulan...

Hari Kamis, aku ke klinik terdekat karena sudah janjian untuk tes kesehatan yang diwajibkan EMGS. Dalam kondisi masuk angin, aku jalan kaki ke klinik, yang untungnya aku ketahui lokasinya setelah kemarin berpusing-pusing ria cari makan. Lumayan jauh, sekitar sepuluh menit jalan kaki. Sampai di sana... ya ampun kliniknya ber-AC dan masih menyalakan kipas angin :o musuh besarku yang lagi masuk angin. Setelah mengurus administrasi, aku dites X-Ray, darah, dan urin, sebelum terakhir ditensi. Awalnya tensiku 150/120 :o aku sempat bilang kalau kecapekan dan tidak bisa tidur, jadinya ditensi manual. 130/90, dibilang agak tinggi tapi ya sudah lah. Untungnya dinilai lolos  :'( misalkan tidak lolos, maka aku tidak jadi sekolah di Malaysia dan harus pulang. Ga kebayang kalau sampai tidak boleh sekolah  T_T

Hari-hari berikutnya... sama sih kegiatanku. Siang cari makan ke kompleks mal di seberang klinik, sambil beli-beli barang kebutuhan yang tidak kubawa dari rumah, seperti handuk, mug plastik untuk sikat gigi, silet, gunting, kantong sampah, tempat sampah (kekecilan ternyata kalau dibandingkan kantong sampahnya ^^; ), dan lain-lain. Saat kuhitung-hitung, sudah habis RM 100 hanya untuk barang kecil-kecil itu ^^; aku hanya bawa RM 1500 dan 800-nya sudah terpakai untuk melunasi biaya kos awal, jadi tersisa sekitar RM 600 saja bulan ini. Aku belum mencairkan biaya hidup dari Ubaya karena belum membuka rekening bank. Rekening bank hanya bisa dibuka kalau aku sudah mendapatkan visa pelajar. Visa pelajar hanya bisa didapatkan kalau aku sudah melunasi pembayaran masuk awal, dan itu baru kulakukan Sabtu kemarin, baru baca ketentuan ternyata mereka minta slip lunas bayar dulu baru bisa mengajukan visa pelajar :sigh: jadinya aku lumayan ngirit: kalau perhitunganku benar, dalam sehari aku tidak boleh makan lebih dari RM 26 supaya cukup. Pagi hari, aku makan sepotong roti, yang kuhitung rata-rata habisnya hanya satu ringgit. Siang, karena makan di mal (warung itu tutup di siang hari), agak lebih banyak (rata-rata aku habis RM 11-15), malamnya agak ngirit di warung (bisa dapat RM 6 kalau tidak pakai minum). Yah semoga bisa bertahan deh... sebenarnya temanku memberi tahu kalau ada ATM yang bisa menarik uang dari tabungan rupiah kita, selama kartu ATM-nya Visa atau MasterCard. Hanya saja, aku mau meminimalkan menarik uang dari tabungan rupiahku, karena hampir semua biaya saat ini aku nombok sendiri, dan tabunganku sudah menipis, padahal awalnya itu kusediakan untuk empat tahun. Ya sudah lah dijalani apa adanya, awal-awal tidak bisa hidup terlalu mewah, sebenarnya aku ya cukup terbiasa akibat bencana keuangan tahun lalu, tapi tetap saja rasanya bagaimana gitu, apalagi sekarang tinggal di negeri orang, masa tidak dinikmati... tapi bagaimana juga menikmati kalau uangnya habis ^^; 

Sekarang aku harus mencari tahu caranya pakai mesin cuci dan dryer di kos, atau kalau nggak ya laundry dulu di luar  ^^;
#3
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 04 April 2023, 12:08:27
Save point...

Stres seharian ini menyusun barang di koper :'( ada beberapa barang bawaanku yang akhirnya terpaksa ditinggal karena tidak cukup di koper maupun bagasi, dan salah satunya adalah headset VR-ku. Tadinya aku berniat bawa itu untuk mendukung penelitianku selama S3, tapi kalau begini sih ya sepertinya pinjam punya lab kampus saja. Toh aku juga tidak yakin kamar kosku cukup untuk bisa menggunakan VR. Kalau koper... sudah 19 kg sih, tapi besok masih mau diisi sandal dan satu handuk lagi. Ga yakin cukup...
#4
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 02 April 2023, 01:27:25
Save point... bakal rada panjang ^^;

Pengalaman naik kereta api lokal sebenarnya bukan hal baru sih. Dulu pernah ke Bojonegoro dengan naik kereta yang sama, dan harganya masih tetap juga: hanya enam ribu rupiah. Naiknya dari stasiun Gubeng, turun langsung di Bojonegoro. Hanya saja, kali ini pesan tiketnya lewat aplikasi KAI Access. Sempet agak ketipu di sana, karena susunan tempat duduknya berbentuk kotak-kotak, jadi kukira bakal hadap ke arah yang sama semua. Ternyata tetap hadap-hadapan ^^; yang agak merepotkan lagi, peron di stasiun Gubeng ternyata tidak sama tinggi dengan pintu kereta api. Bagi orang muda mungkin tidak masalah, namun bagi papaku yang penglihatannya sudah menurun jauh dan jantungnya lemah, jadi masalah, apalagi pintu kereta tidak pas di undakan portabel. Jadinya, mamaku terpaksa dorong dari bawah. Mungkin bisa jadi masukan buat stasiun Gubeng, terutama setelah mengamati di stasiun kota yang lebih kecil, dan di Bojonegoro juga, peronnya sama tinggi dengan pintu kereta. Yah, paling tidak perjalanannya mengesankan, aku terakhir naik kereta api tahun 2018 :) 

Di Bojonegoro, kerjaanku hanya makan dan tidur :D tentu saja ini jadi momen yang baik buat mamaku untuk bercengkerama dengan kakaknya, dan aku juga sudah lama sekali tidak ke sana (hampir lima tahun berlalu rasanya). Warung/kafe tanteku sudah tertata rapi, walaupun tidak terlalu ramai (sepertinya karena bulan puasa juga). Satu hal yang menggangguku: ada tempat bakar sampah yang asapnya sampai masuk ke warung. Jadinya, waktu duduk-duduk di warung, baunya agak mengganggu, bahkan bajuku akhirnya bau asap juga. Ya iya sih sampah yang dibakar hanya serpihan kayu (omku memang ada usaha pengrajin kayu jati), tapi menurutku itu mengganggu kenyamanan pengunjung. Yah, karena hanya dua hari, aku tidak tahu apakah itu rutin dilakukan, jadi bisa saja hanya kebetulan. Yang di Bojonegoro barangkali mau mampir :D namanya Warung & Kafe Jati Antik, di pojokan Jalan Lisman/Kopral Kasan, di desa Campurejo. Atau sepertinya sudah kurang pas disebut desa ya, karena jalan itu sekarang ramai banget, tidak seperti ingatanku semasa kecil yang suasananya tenang dan tidak banyak kendaraan lalu lalang. Mungkin karena sekarang di ujung jalan itu ada pasar modern. Selain itu, rumah tanteku juga lebih maju--entah apakah aku pernah menulis save point-nya di sini. Singkatnya, mantan istri koko sepupuku entah bagaimana caranya "menghancurkan" kondisi finansial keluarga tanteku sehingga rumah lama mereka harus dijual dan mereka membangun rumah baru di depannya, sehingga kini luas tanah tanteku hanya tersisa separuhnya. Untungnya masih cukup untuk membangun rumah baru dan tetap menjalankan usaha pengrajin, namun tetap saja sih... di sana aku juga sempat mengenang masa-masa itu, bahkan sempat ngintip sedikit rumah mewah di belakangnya yang dulu juga milik tanteku, dan dengan alasan yang sama rumah itu harus dijual. Ah aku heran saja, padahal dia seharusnya tidak punya sebuah motif untuk membenci keluarga tanteku, tapi kenapa sampai begitunya. Itu sudah terjadi, dan keluarga tanteku sudah berdamai dengan masa lalu itu, walaupun terakhir sempat sibuk dengan perceraian sipil--dia malah menuntut hak asuh ketiga anaknya, untungnya kalah di pengadilan. Koko sepupuku tidak mengurus anulasi gereja karena pasti rumit urusannya, tidak seperti aku yang memang cacat sejak awal.

Anyway... hal lain yang berubah, anjing kesayangan sepupuku sudah tidak ada  :'( aku tidak ingat kapan, namun beberapa tahun lalu saat sepupuku masih tinggal bareng aku di apartemen, dia menerima kabar kalau anjing kesayangannya itu mati karena makan racun tikus di rumah tetangga T_T memang usianya sudah tidak muda--mungkin dua belas tahun, dulu dia pernah tinggal di rumah saat sepupuku masih tinggal di sebelah rumahku, tapi ya siapa yang tidak sedih kalau tahu anjing kesayangannya mati gara-gara racun tikus tetangga... rasanya sepi banget waktu di sana, bahkan anjing peninggalan mantan istri koko sepupuku juga sudah tidak ada. Aku lupa sih apa anjing itu sudah mati duluan saat aku terakhir ke sana, sepertinya demikian. Cuaca di sana cukup sejuk, bahkan lebih dingin dibanding Surabaya. Makanya aku tidur siang mulu :P jadi merasa kurang lama di sana sebenarnya gara-gara itu. Berhubung terlanjur beli tiket kembali untuk hari Rabu, Kamisnya aku harus mengambil dokumen anulasi di Keuskupan, dan Jumatnya ada acara farewell party, ya mau bagaimana lagi, dinikmati sebisanya. Rabu siang, dengan bawaan tambahan satu dus bahan makanan, aku kembali ke Surabaya.

Hari Kamis, aku ke Keuskupan untuk mengambil dokumen anulasi. Ternyata itu adalah surat pernyataan bebas, yang menyatakan bahwa perkawinanku tidak sah sejak semula, sehingga kini aku dan mantanku bebas untuk menikah lagi, selama tidak ada halangan-halangan lain sesuai tata cara Katolik. Ya aku sih belum berniat nikah lagi sekarang, si dia yang kebelet :D bahkan ternyata--romo bilang--dia akan melangsungkan pernikahan lagi tahun ini. Lebih tepatnya, bulan Juli. Kok tahu? Karena mamanya si cowok mendadak WA ceceku kemarin, ngomel panjang lebar dan tidak sengaja spill tanggal pernikahan mereka. Ya, keluarga si cowok tidak merestui pernikahan itu sebenarnya, tapi kata mamaku di gereja Katolik seseorang bisa melangsungkan sakramen pernikahan tanpa restu orang tua. Bagiku aneh saja sih, padahal itu kan sebuah hal sakral yang juga dibutuhkan supaya pernikahan bisa berjalan dengan lancar. Yaaa siapalah aku sekarang, menggosipkan orang lain  :D
#5
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 26 March 2023, 10:25:02
Save point...

Ultah papaku dirayakan dengan sederhana: hanya pakai nasi uduk, serundeng, dan mi tanpa daging. Tetap enak sih :) tahun ini tidak ada foto-foto, sudah malas difoto katanya ^^; Sabtunya... tidak ada yang spesial sih, sempat jalan ke Chicco dengan mamaku untuk beli alcohol swab untuk papaku. Ujung-ujungnya aku malah beli mangkuk dan sendok/garpu Doraemon buat kubawa ke Malaysia :D 

Besok akan berangkat ke Bojonegoro dan menginap selama tiga hari di rumah tanteku. Aku sudah lama sekali tidak ke sana, bahkan tidak tahu sama sekali tentang warung tanteku. Semoga tiga hari besok bakal berkesan dan jadi penyemangat supaya aku siap berangkat tanpa ada beban apapun :) 
#6
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 24 March 2023, 12:24:00
Save point...

Hari ini senang sekali rasanya :) awalnya memang harus ke tribunal dulu karena aku dipanggil. Ternyata aku dijelaskan kalau permohonan anulasi perkawinanku disetujui. Akhirnyaaaaa  T_T walaupun aku sudah tahu kalau permohonanku pasti disetujui--bukti-buktiku sangat kuat karena terekam secara digital, tetap saja tidak ada kepastian selama berbulan-bulan itu tidak mengenakkan. Aku sih sudah lama melepaskan diri dari mantan--yah, walaupun kenangannya masih ada di sini, namun itu semua tidak lagi membuatku terpuruk seperti dulu. Katanya waktu akan menyembuhkan semua, namun bagiku luka itu akan tetap ada. Rasa sakit itu kelak akan muncul lagi, namun paling tidak aku sudah bisa memaafkan diriku sendiri. Dalam beberapa hal, aku memang melakukan kesalahan fatal, namun itu semuanya tidak dapat diubah. Biarlah itu menjadi sebuah fakta yang membuat diriku lebih baik lagi.

Hari ini juga, kebenaran itu terkuak semua. Aku tidak akan cerita banyak, namun tuduhanku atas perselingkuhan itu kini terbukti: dia sudah mengakuinya di depan tribunal, bahkan sudah mengajukan perkawinan lagi! Dan sesuai dugaanku dari dulu, keluarga si selingkuhan tetap tidak terima atas rencana pernikahan itu. Heran saja sih, katanya aktif di gereja, di persekutuan doa, namun tidak paham aturan Gereja Katolik. Ah ya, siapalah aku yang berhak menilai seseorang :) dia sudah bukan siapa-siapa lagi, maka biarlah dia berkehendak sesuka hatinya. Aku sendiri? Kelak aku akan kembali dengan gelar doktor, dan saat itulah aku dapat membanggakan diri di depannya. Itu pun kalau dia tidak pindah kantor setelah nikah :D dunia sempat mengecil karena anak tetanggaku (dulu pernah satu sekolah) yang ujung-ujungnya pernah jadi mahasiswaku sempat memberi info kalau selingkuhan mantanku ternyata kena PHK, jadi yaaa... pilihan yang tepat kalau kata Pizza Hut  ;D sebenarnya aku tetap menaruh kasihan pada si selingkuhan, karena dia benar-benar tidak tahu apa yang sudah dia lakukan sampai sejauh itu, tapi yaaa... dia sudah memilih dengan sadar untuk merebut istri orang, maka biarlah dia menanggung akibatnya :) 

Ah, sudah lah, tidak baik menjelek-jelekkan orang terus, karena ini save point-ku, ya kan? Setelah dari sana, aku lanjut ke TP untuk mempersiapkan beberapa barang. Utamanya, beli kemeja baru, karena kemejaku beberapa sudah cukup aus. Aku terakhir beli kemeja baru... tahun 2018 :P hari itu aku ajak kedua orang tuaku, mbakku, dan ponakanku yang besar minta ikut. Oh well, walaupun bayar Grab-nya jadi lebih mahal karena berlima, paling nggak bisa jalan-jalan lagi lah setelah sekian purnama harus mendekam di rumah selama pandemi... setelah mutar-mutar cukup lama, akhirnya dapat juga kemeja yang diinginkan, walaupun aku tidak tahu pasaran harga kemeja pria sekarang. Per kemeja aku harus mengeluarkan sekitar dua ratus ribu rupiah, apa wajar ya harga segitu? Setelah cari-cari kemeja, karena sudah jam makan siang, akhirnya milih makan di KFC, karena menurut ponakanku ada diskon. Ternyata diskonnya hanya berlaku untuk pemesanan daring ^^; ya sudah lah, karena dirasa lebih murah dibandingkan harus makan di restoran, akhirnya tetap beli KFC. Sesudah makan, aku cari sandal jepit untuk dipakai di dalam rumah selama di Malaysia, walaupun sebenarnya aku lebih suka bertelanjang kaki. Akhirnya dapat di... Miniso :) dan bisa kembaran dengan mamaku. Aku senang sekali akhirnya membelikan mamaku sandal, karena selama ini mama selalu mengeluh sandalnya licin. Bahkan, tadi sandalnya langsung dipakai :D habis dari Miniso, aku baru ingat kalau perlu bawa uang tunai. Jadilah pergi ke penukaran valuta asing di TP 1 lantai UG, dan ternyata duluuuuuu sekali aku pernah tukar uang di sana, karena dataku masih ada. Sayangnya, mereka hanya punya 1.560 ringgit, sementara aku berpikiran untuk membawa 2.500 ringgit. Belakangan, aku baru tahu bahwa aku belum bisa bikin rekening bank Malaysia sampai visa pelajarku jadi, maka selama sebulan itu aku harus bertahan dengan tabunganku sendiri. Oh well :/ tapi kata temanku, di sana ada ATM yang bisa terima kartu debit BCA, jadi tetap bisa tarik uang tunai, walaupun ya sebenarnya menurutku agak rugi karena nilai tukarnya di bank pasti tinggi, tapi ya sudah lah... aku sudah menyisihkan sebagian tabunganku untuk dipakai hidup--untungnya sekalipun aku sempat kena tipu setahun yang lalu namun aku berhasil kerja keras dan nabung secukupnya. Ya sudah lah nanti dilihat di sana bagaimana...

Besok--eh, hari ini ding, ulang tahun papaku. Ini kesempatan terakhirku merayakan ulang tahun papaku sebelum berangkat, namun sayangnya hari ini hari Jumat, yang artinya hari pantang alias tidak makan daging (dan sebenarnya aku puasa, tapi bisa lah harusnya, karena niatnya memang hanya makan siang sederhana nanti). Yang penting kebersamaannya lah, dan aku bersyukur hingga hari ini keluargaku masih utuh :) walaupun hidup dalam kesederhanaan, namun tetap bisa berbagi bersama. Inilah yang jadi satu faktor pendorong agar aku tidak mengakhiri hidup, karena aku merasa lebih beruntung dibandingkan dirinya, dan aku akan membuktikan hingga akhir bahwa aku lebih bahagia tanpanya.
#7
Contro-Verse / Pernahkah terpikir untuk bunuh...
Last post by Èxsharaèn - 21 March 2023, 11:39:00
Tadinya mau kutaruh di Have Fun menyambung save point-ku, namun setelah kutimbang-timbang lagi, hal ini agak sensitif, jadi kutaruh sini saja deh...

Pernahkah kalian ada yang punya pikiran untuk bunuh diri?

Sejauh yang aku tahu, di negara maju, ini adalah sesuatu yang sangat serius yang benar-benar diperhatikan, bahkan sudah ada hotline khusus untuk penanganan/pencegahan bunuh diri. Di Indonesia, sayangnya, hal ini masih dipandang terlarang atau tabu. Yang ada, biasanya kita akan mengolok-olok seseorang, ah kurang iman lu!, sampai akhirnya yang bersangkutan benar-benar bunuh diri, lalu kita menyesal di media sosial, dan kemudian tetap fokus dengan kehidupan kita sendiri. Tragis? Tentunya.

Nah, aku akan menceritakan pengalamanku sendiri memiliki pemikiran untuk bunuh diri, yang untungnya belum satu pun yang pernah terlaksana. Memang berapa kali pernah berpikiran begitu?

Tiga kali. Yup, you heard it right, bukan cuma sekali, bukan cuma dua kali. Paling tidak tiga kali. Ini sudah kusederhanakan ya, berdasarkan pemicunya, jadi mungkin jumlah sebenarnya lebih banyak dari itu. Namun, yang kuingat paling kritis ada satu, karena saat itu emosiku benar-benar meluap-luap dan aku hidup sendiri di lantai atas apartemen--risiko tinggi ya kan? Jadi, apa saja pemicuku?

Pertama: drop out.
Ya, aku pernah DO (ternyata ada entri save point-nya di sini ^^; ). Saat itu aku merasa down banget, kecewa dengan diriku sendiri, sudah mengecewakan orang tua dan rekan-rekan di kantor, serta ketakutan karena ada klausul di kontrak studi lanjutku, kalau tidak lulus harus mengembalikan biaya kuliah dan biaya macam-macam. Jadi, saat itu pernah terbersit di pikiran: gimana kalau aku lompat dari atas bangunan kosku. Itu saat pertama aku punya pikiran untuk bunuh diri, walaupun hanya sepintas. Untungnya, orang tua dan teman-temanku semuanya mendukung, walaupun setelah dipikir-pikir lagi, ada kesalahan fatal yang kulakukan dan penyebabnya ada hubungannya dengan permasalahanku yang kedua--sebaiknya tidak kusebutkan dulu di sini.

Kedua: perceraian.
Ini berat sih memang, dan awal-awal aku banyak dilingkupi rasa bersalah, namun pemikiran untuk bunuh diri sebenarnya bukan datang saat itu juga. Hampir dua tahun berlalu sejak aku berpisah--entrinya ada terpisah di blogku kalau ada yang tertarik baca--tiba-tiba Stãsh mengabarkan kalau mantanku ternyata ketemuan dengan selingkuhannya, karena diposting eksplisit di Instagram. Seharusnya di masa itu aku sudah cukup menerima bahwa perselingkuhan itu nyata, namun ternyata aku tidak siap dengan kabar itu. Inilah trigger terhebat yang pernah mendorongku untuk bunuh diri: beberapa saat setelah aku dapat kabar itu, aku cerita ke teman-temanku yang kupercaya, tapi akhirnya aku meledak juga secara emosional. Dorongan untuk lompat dari balkon mendadak sangat kuat waktu itu, namun untungnya aku cepat sadar dan secara sadar pula memilih untuk menelepon salah satu temanku. Aku tidak pernah bertelepon dengan teman-temanku, jadi aku juga heran kenapa aku bisa mengambil keputusan itu. Untungnya niatku untuk bunuh diri dengan cepat mereda, walaupun aku butuh waktu untuk menenangkan diri dan pulih dari kejadian itu.

Ketiga: kena tipu.
Ini belum ada entri save point-nya secara lengkap, aku jujur saja menunda-nunda karena menyakitkan banget (aku belum siap untuk menghadapi after effect-nya lagi kalau harus menulis entri save point tentang kejadian itu) dan efeknya terasa sampai sekarang ^^; intinya aku tertipu sehingga kehilangan seluruh tabunganku hasil kerja kerasku selama lebih dari sepuluh tahun (hampir dua ratus juta). Semuanya itu hilang hanya dalam hitungan bulan. Si penipu sih menjanjikan akan mengembalikan, tapi kalian tentunya tahu ini sebuah hal yang bisa dibilang keajaiban kalau sampai terjadi. Awal tahun ini dia berhasil menipuku lagi, dan itu cukup memicuku untuk bunuh diri lagi, sebelum akhirnya aku sadar dan memilih pulang ke rumah untuk mengaku ke orang tuaku. Ceritanya panjang, dan bukan fokus dari tulisan ini, semoga aku akhirnya punya keberanian untuk menulisnya suatu saat nanti.

Lalu, bagaimana hingga akhirnya aku bisa tetap hidup untuk berbagi tulisan pengalaman ini?

Well, kalau dipikir-pikir, semuanya sebenarnya kembali ke diriku sendiri dan tentu saja support system di sekitarku. Dukungan di sini semuanya bukan dari profesional seperti psikolog atau psikiater yang sering diceritakan di negara maju, namun datang dari orang-orang yang kukenal: orang tua, rekan kerja yang lebih dari sekedar rekan kerja, dan--terdengar klise, namun percaya atau tidak--Tuhan sendiri. Bagaimana bisa?

Untuk mengatasi pemicu pertama, orang tuaku adalah pemain utamanya. Aku tidak disalahkan atas apa yang terjadi; orang tuaku paham bahwa sekolah di sana tingkat kesulitannya tinggi. Selama ada jalan keluarnya, maka jalan keluar itu layak untuk dijalani, sekecil apapun kemungkinannya. Papaku akhirnya juga memberikan satu doa yang pernah kutulis di forum ini, dan itu yang menjadi kekuatanku untuk terus bertahan. Saat itu, aku belum sereligius sekarang--bahkan sekarang pun aku tidak menyebut diriku sebagai seseorang yang sangat religius. Untunglah dengan dukungan semua orang, ternyata aku dapat kesempatan lagi untuk melanjutkan studiku, dan akhirnya aku lulus.

Pemicu kedua lebih sulit kuatasi saat itu, karena aku sendiri sangat terpukul dengan gagalnya pernikahanku, apalagi dia adalah seseorang yang--kukira--kukenal atas interaksinya bertahun-tahun, termasuk di forum ini. Aku butuh perjuangan untuk bisa akhirnya melupakannya dan tidak peduli dengan segala tindak tanduknya, termasuk dengan selingkuhannya. Itu sebabnya aku sangat tidak siap saat kabar itu menerpaku. Lalu, apa dong yang bisa membuatku tetap hidup?

Mungkin terdengar konyol, namun aku ingin membuktikan kalau aku bisa menjadi orang yang lebih baik dari dirinya. Sekalipun mungkin saat ini dia juga sudah melupakan diriku, aku menganggap dirinya adalah seorang musuh yang perlu sekaligus tidak perlu kumusuhi (tapi bukan frenemy juga karena aku sudah tidak mau berurusan dengannya dalam hal apapun :D ). Pemikiranku sederhana: ketika aku mati karena bunuh diri, saat itulah dirinya menang. Bahwa diriku ternyata tidak lebih baik dari pilihannya saat ini. Dengan tetap hidup, aku bisa membuktikan bahwa dialah yang sudah salah memilih, dan kelak dia akan menyesal sudah memilih orang lain. Pemikiran ini jugalah yang akhirnya menenangkan jiwaku, membuatku memaafkan diriku sendiri, dan akhirnya bisa melanjutkan hidup tanpanya. Mungkin sekali-kali kenangan itu muncul: ketika akhirnya aku kembali ke forum ini, membaca-baca beberapa tulisan masa lalu yang kubuat bersamanya, dan bahkan saat aku melihat video di YouTube ada seseorang yang agak mirip dengannya, walaupun orang ini orang Jepang ^^; pemikiran bahwa aku bisa jadi pribadi yang lebih baik darinya inilah yang membuatku bertahan sampai saat ini. Sejujurnya, aku memang perlu mengucapkan terima kasih yang terakhir kalinya kelak, saat aku akhirnya resmi dinyatakan tidak pernah menikah dengannya, karena mau tidak mau dialah yang membuatku jadi lebih tegar seperti sekarang. Sekalipun aku masih punya ketakutan untuk menjalin hubungan lagi atau bahkan menikah lagi, paling tidak karierku semakin maju dan aku akhirnya berkesempatan untuk tinggal di negara orang untuk studi lanjut. Itu takkan terjadi andaikan aku masih hidup dengannya dan bahkan sudah mempunyai anak.

Nah, pemicu ketiga ini yang masih sulit untuk kuatasi, walaupun dorongan untuk bunuh diri itu sudah menghilang. Pemikiran bahwa aku akan bisa pulih membuatku masih bertahan hidup, walaupun saat ini aku masih menghukum diriku sendiri. Solusiku saat ini? Memotong segala bentuk komunikasi dengan orang itu, dan membiarkan mamaku mengambil alih. Benar saja, sampai saat ini dia masih beralasan macam-macam atas janjinya menyicil mengembalikan pinjamannya, tapi mamaku sudah bilang aku jangan memikirkan hal itu lagi. Memang separuh dariku sudah merelakan uangku hilang, tapi separuh lagi mengatakan aku tidak boleh menyerah, karena itu berarti membenarkan perilaku yang tidak benar. Entah kapan aku bisa berdamai dengan diriku sendiri, namun yang jelas hal ini sudah tidak lagi menjadi dorongan kuat untuk mengakhiri hidupku.

Intinya, dari ketiga pemicu itu, saat ini aku memiliki pemikiran baru. Apa itu? Hidup ini berharga. Aku masih belum mengalami hal-hal menyenangkan di dunia ini: entah berpelancong keluar negeri--atau bahkan ke Indonesia Timur. Aku belum selesai menikmati semua makanan enak di dunia ini. Aku belum selesai memainkan banyak game. Heck, Our Journey-ku belum selesai! Siapa yang akan meneruskan novel itu kalau aku mati sekarang? Aku belum selesai membahagiakan orang tua. Siapa yang akan merawat orang tua kalau aku mati sekarang? Ya ini pemikiran egois sih, aku masih punya kakak yang juga semestinya bertanggung jawab pada orang tua, namun selama ini aku merasa lebih berperan banyak. Hal-hal itu saat ini sudah cukup membentengi diriku dari keinginan untuk mengakhiri hidup. Tentunya, pengalaman tiap orang tidak sama, namun inilah pengalamanku.

Jadi, apa yang bisa disimpulkan dari tulisan ini? Memang hidup itu berat, dan belum tentu semua solusi dapat terselesaikan dengan baik sesuai keinginan kita. Namun, ketika dorongan bunuh diri itu muncul, mungkin aku bisa memberi satu saran: dirimu tetap berharga, sekecil apapun itu. Maka, kalau kau merasa sudah tidak ada lagi yang layak menerima kehadiranmu, katakan pada diri sendiri: Aku masih layak untukku sendiri. Badai pasti berlalu, maka gunakan dukungan apapun yang bisa kaudapatkan. Hanya saja, saranku, jangan ke media sosial, karena warganet kita kejam-kejam. Cukup ceritakan pada orang-orang yang kaupercaya benar-benar: bisa orang tua, bisa teman dekat, intinya siapapun yang kaunilai bisa membantumu. Orang itu pasti ada. Kalau tidak ada, sementara ciptakan saja orang itu, atau berbicaralah pada diri sendiri. Percayalah, segelap apapun keadaanmu saat keinginan itu muncul, hidup ini masih indah. Mungkin bisa dimulai dari journaling seperti yang secara tidak sadar kulakukan di forum ini dengan menuliskan save point--kalau tidak ingin dibaca orang lain, ya tuliskan saja di buku jurnal pribadi. Kelak, ketika kau membaca lagi tulisan tersebut, kau akan sangat bersyukur bahwa kau tidak memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidupmu.

Kau pasti bisa menghadapi ini semua. Semangat!
#8
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 21 March 2023, 10:17:59
Save point...

Untungnya tadi berjalan lancar, walaupun aku tidak yakin dengan hasil kuesionernya  ^^; paling tidak setelah ini aku bisa meninggalkan pekerjaanku dengan tenang dan benar-benar fokus ke studi lanjut saja. Masih ada satu rintangan yang harus aku hadapi sih: tes kesehatan, dan itu hanya bisa dilakukan di sana. Formulir kesehatannya sudah ada, dan pemeriksaannya cukup ketat, bahkan ada pemeriksaan kesehatan mental. Di form itu, mereka tidak mengizinkan adanya gejala depresi atau ingin bunuh diri. Begitu ada satu saja pertanyaan wawancara yang mengindikasi ke arah sana, langsung tidak dinyatakan layak untuk belajar di Malaysia.

Sejujurnya, aku pernah masuk ke masa-masa itu sih. Depresi mungkin belum--aku tidak pernah berkonsultasi jadi aku tidak mau mendiagnosis sendiri, namun aku pernah dan beberapa kali merasa jatuh banget sampai melakukan hal yang aku biasanya sukai pun--bermain gim--menjadi sebuah paksaan. Kalau nonton video-video tentang psikologi, itu katanya salah satu tanda menuju depresi. Namun, aku merasa sudah berhasil menghadapinya. Ya, memang beberapa hari lalu isi save point-ku sepertinya sedih melulu, namun sekarang aku sudah lebih baik dan merasa bahagia. Memang kecemasan itu masih ada, tapi semuanya sudah berkurang intensitasnya. Kalau disuruh mendiagnosis diri sendiri, mungkin aku cuma kena serangan kecemasan saja atau bahkan overthinking, cuma aku tidak yakin yang mana. Yang penting, sekarang mood-ku sudah mengarah positif, walaupun aku ya masih bingung kalau mau main: main apa ^^; ujung-ujungnya lebih banyak menulis di forum ini atau baca-baca hal-hal yang tidak penting, selain kalau tidur aku selalu nonton video di YouTube.

Nah, kalau pemikiran bunuh diri, jujur, aku pernah punya pemikiran itu, bahkan tidak hanya satu-dua kali: tiga kali! Mungkin akan aku pisahkan di topik sendiri tentang perjuanganku melawan pemikiran itu, melawan masa kegelapanku yang sempat membuatku berpikir apalah arti hidup ini. Namun, sekarang aku punya tiga pegangan paling kuat yang selalu kupakai melawan keinginan itu. Aku memang bukan orang yang religius banget, bahkan tindak tandukku mungkin ya jauh dari gambaran itu. Namun, satu pegangan utamaku sekarang adalah Tuhan sendiri. Kedua, orang tuaku. Terakhir, diriku sendiri. Aku akan coba jelaskan di topik itu bagaimana akhirnya aku sekarang punya perisai dan senjata untuk melawan godaan bunuh diri.

Jadi, besok-besok aku harus ingat untuk jawab tidak ke semua pertanyaan itu  :D aku sudah cukup yakin dengan kekuatan mentalku saat ini. Episode galau, cemas, dan jatuh itu pasti akan muncul lagi, tapi paling tidak aku sudah ada pengalaman menghadapinya. Jujur saja, aku cukup bangga kapan hari ketika salah satu rekan kerjaku--yang sekarang posisinya sudah cukup tinggi--memujiku di depan dekan, bahwa aku ini sebenarnya cocok sebagai peneliti atau researcher. Perlu aku akui bahwa dalam 12 tahun masa kerjaku sebagai dosen, aku jarang sekali melakukan penelitian aktif, kecuali yang terakhir ini--eh aku belum cerita lengkap ya :P Mungkin dengan fokusku sekarang berpindah ke S3, yang membutuhkan penelitian penuh waktu, siapa tahu kini aku akan punya ketertarikan dan dedikasi lebih pada penelitian, yang selama ini terbengkalai karena aku sibuk mengajar dan belajar ini-itu. Semoga akhirnya minat itu muncul :) 

Asalkan tes kesehatanku lolos :'( sekarang kekhawatiranku pindah ke sana :/
#9
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 20 March 2023, 11:37:40
Save point...

Pagi-pagi dapat WA, aku diminta datang ke kantor tribunal keuskupan hari Kamis dengan membawa meterai. Ya ampun akhirnya T_T sepertinya putusan keuskupan akhirnya akan keluar juga. Jadi, aku bisa berangkat tanpa harus memikirkan status anulasiku. Memang sih selama ini aku tidak pernah memikirkan anulasi itu, dan 1,5 tahun yang lalu kata romo ditinggal saja tidak masalah. Sepertinya memang sudah diatur semua. Single Entry Visa (SEV)-ku juga tiba-tiba jadi pagi ini, padahal kemarin katanya butuh waktu kira-kira 48 jam kerja. Artinya, dokumen-dokumenku yang wajib dibawa sudah lengkap. Tinggal menunggu dokumen kontrak tempat tinggal untuk bukti akomodasi. Walaupun begitu, masih ada satu kekhawatiran sih yang bisa membuatku gagal studi: pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini agak aneh, karena harus dilakukan saat sudah berada di Malaysia, dan wajib dilaksanakan maksimal 7 hari setelah menginjakkan kaki di Malaysia. Hasilnya bisa jadi tidak lolos.

Yah, sebaiknya tidak terlalu kupikirkan. Beberapa hari terakhir energiku seolah terkuras habis dengan persiapan ini, akan epik sekali kalau ternyata aku tidak lolos tes kesehatan. Semoga saja lolos...

Sambil menunggu, aku ada pekerjaan yang harus kuselesaikan dalam pekan ini. Besok, aku akan menghadiri uji coba penelitianku yang tertunda setahun gara-gara pandemi. Besok akan kuceritakan lengkapnya penelitianku tentang apa. Yang jelas, tadi melakukan persiapan terakhir, rekanku sempat gusar karena dia nemu error yang tidak terselesaikan, tapi begitu aku datang mendadak semuanya terselesaikan. Penyebabnya juga konyol: HP! HP-nya dia Xiaomi, yang berbasis MIUI. Katanya, MIUI ini banyak fitur yang sebenarnya berguna, tapi jadinya sangat intrusif sehingga kadang-kadang ada error yang tidak terduga. HP-ku sih Samsung :D pakai HP-ku, lancar. Oh well, aku resmi jadi Samsung fanboy :D
#10
Have Fun!!! / Re: Save Point: save your prog...
Last post by Èxsharaèn - 19 March 2023, 11:37:02
Save point...

Memang otakku bekerja berlebihan kemarin, dan sampai pagi tadi. Bangun-bangun, aku langsung mual ketika melihat WhatsApp-ku belum dibaca. Akhirnya memaksakan diri untuk menyiapkan sarapan, dan setelah sarapan, akhirnya aku dapat balasan dari agen. Ternyata dia tidak marah, dan memberikan instruksi selanjutnya, yaitu membayar uang muka (deposit) dulu sebesar 200 ringgit, sisa 800 ringgit dilunasi waktu aku datang ke sana. Sayangnya, tautan yang dia berikan membutuhkan akses internet banking bank lokal Malaysia, sementara aku belum punya. Maka, dia memberi solusi untuk menggunakan Wise dan transfer langsung ke rekening bank mereka. Sayangnya, aku tidak punya Wise. Terpaksa bikin deh... sebetulnya bikinnya gampang, namun verifikasi data yang bikin... ribet >:( saat aku menggunakan KTP, verifikasiku gagal, karena terdeteksi menggunakan KTP yang sudah tidak berlaku. Lho, e-KTP-ku blangko lama, yang memang masih ada masa berlaku, tapi kan katanya itu tidak perlu diganti. Akhirnya terpaksa pakai SIM.

Berhasil sih, tapi namaku diganti menggunakan nama di SIM >:( lah nama di situ kan disingkat kecuali nama depan. Jadilah namaku kacau balau, apalagi ternyata nama di SIM-ku masih nama lama yang ada gelar S1 (entah bagaimana caranya namaku sempat ada gelar S1, jadi cukup kacau di mana-mana saat aku mendaftar yang butuh verifikasi nama, padahal data di Disdukcapil sudah kuganti). Gawatnya lagi, pergantian nama itu kulakukan di tengah-tengah proses transfer ke agen, yang membuat aku dapat email untuk segera memverifikasi namaku, atau transferku akan ditolak T_T kata temanku yang pakai Wise, kalau statusnya sudah selesai, berarti sudah masuk rekening sih. Semoga saja...

Hari ini tadi pulang ke rumah, selain karena mentalku masih belum stabil (pingin ditemani), ternyata mbakku ngajak makan Wizzmie lagi untuk makan siang. Mbakku sering dapat uang dari aksi sosial, kalau dapat uang dia pasti pakai untuk makan-makan. Ya sudah, kebetulan banget tadi malam aku juga pingin pulang, menghabiskan waktu di rumah. Ya tidak terlalu lama juga sih sebenarnya, hanya setengah hari saja. Sebenarnya aku juga pingin tidur di rumah lagi seperti dulu :( tapi waktuku sudah semakin menipis, tinggal dua pekan saja. Ya semoga kapan-kapan bisa terwujud...